Minggu, 20 Desember 2009

KAJIAN TEORI ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN MENINGITIS

Kajian Teori Meningitis
1. Pengertian Meningitis
Pengertian Meningitis menurut beberapa ahli dapat dilihat dalam penjelasan dibawah ini:
a. Meningitis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan serebrospinal dan spinal column yang menyebabkan proses infeksi pada system saraf pusat ( Suriadi dan Rita, 2001 ).
b. Meningitis adalah radang pada meningen ( membrane yang mengelilingi otak dan medulla spinalis ) dan disebabkan oleh virus, bakteri atau organ-organ jamur ( Brunner and Suddarth, 2002 ).
c. Meningitis adalah radang umum pada arakhnoid dan piameter disebabkan oleh bakteri, virus riketsia atau protozoa yang dapat terjadi secara akut dan kronis ( Manjoer, 2000 ).
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa meningitis adalah peradangan pada selaput meningen yang dapat disebabkan oleh virus, bakteri, protozoa, riketsia, maupun organ-organ jamur yang menyebabkan proses infeksi pada system saraf pusat yang terjadi secara akut maupun kronis.

2. Klasifikasi Meningitis
Menurut Mansjoer ( 2000 ), Menuingitis dapat dibedakan menjadi 2 golongan berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan otak, yaitu:
a. Meningitis serosa yaitu radang selaput otak ( arakhnoid dan piameter ) yang disertai cairan otak yang jernih. Penyebab terseringnya adalah Mycobacterium tuberculosa. Penyebab lain seperti lues, virus toxoplasma gondhii, Ricketsia.
b. Meningitis prulenta yaitu radang bernanah arakhnoid dan piameter yang meliputi otak dan medulla spinalis. Penyebabnya antara lain: Diplococus pneumoniae ( pneumokok ), Neisseria meningitides ( meningokok ), Streptococcus haemolitycus, Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa.
Menurut Brunner and Suddarth ( 2002 ), Meningitis dapat diklasifikasikan menjadi 3 golongan, yaitu:
a. Meningitis aseptic mengacu pada salah satu meningitis virus atau menyebabkan iritasi meningen yang disebabkan oleh abses otak, ensefalitis, limfoma, leukimia, atau darah di ruang subarakhnoid.
b. Meningitis sepsis menunjukkan meningitis yang disebabkan oleh organisme bakteri seperti meningococcus, stafilococcus, atau basilus influenza.
c. Meningitis tuberkulosa disebabkan oleh basilus tuberkel.

3. Etiologi Meningitis
Penyebab timbulnya Meningitis menurut Suriadi dan Rita, 2001, yaitu:
a. Bakteri: Haemophilus influenza ( tipe B ), Streptococcus pneumoniae, Neisseria meningitides, ß- Hemolitic streptococcus, Staphylococcus aureus, E. Coli.
b. Faktor predisposisi: jenis kelamin laki-laki lebih sering dibandingkan dengan wanita.
c. Faktor maternal: ruptur membran fetal, infeksi maternal pada minggu terakhir kehamilan.
d. Faktor imunologi: defisiensi mekanisme imun, defisiensi imunoglobulin, anak yang mendapat obat-obat imunosupresi.
e. Anak dengan kelainan sistem saraf pusat, pembedahan atau injury yang berhubungan dengan sistem persarafan.


4. Manifestasi Meningitis
Menurut Suriadi dan Rita, 2001, manifestasi klinis dari meningitis yaitu:
a. Neonatus: menolak untuk makan, refleks menghisap kurang, muntah atau diare, tonus otot kurang, kurang gerak dan menangis lemah.
b. Anak-anak dan remaja: demam tinggi, sakit kepala, muntah yang diikuti dengan perubahan sensori, kejang, mudah terstimulasi dan teragitasi, fotofobia, delirium, halusinasi, perilaku agresif atau maniak, stupor, koma, kaku kuduk, opistotonus, tanda kernig dan brudzinski positif, refleks biologis hiperaktif, ptechiae atau pruritus ( menunjukkan adanya infeksi meningococcal ).
c. Bayi dan anak-anak ( usia 3 bulan hingga 2 tahun ): demam, malas makan, muntah, mudah terstimulasi, kejang, menangis dan merintih, ubun-ubun menonjol, kaku kuduk, serta tanda kernig dan brunzinski positif.

Akibat dari proses peradangan meningen yaitu kelainan-kelainan neurologik dapat menimbulkan terjadinya perubahan persepsi sensorik serta terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan system saraf pada anak. Hal ini akan berdampak pada terjadinya gangguan intelektual dan psikiatris pada anak yang bila berlangsung dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan terjadinya perubahan pertumbuhan dan perkembangan.


Teori Asuhan Keperawatan
I. PENGKAJIAN
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien ( lyer at al., dalam Nursalam,2001 )
Pengkajian pada anak dengan meningitis menurut Doengoes (2001) adalah sebagai berikut :
1) Aktifitas/istirahat
Gejala : Perasaan tidak enak/ malaise, keterbatasan yang ditimbulakn oleh
kondisinya.
Tanda : Ataksia, masalah berjalan, kelumpuhan, gerakan involunter, kelemahan secara umum,keterbatasan dalam rentang gerak, hipotonia.
2) Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat kardiopatologi seperti endokarditis, beberapa penyakit jantung kongenita ( abses otak ).
Tanda : Tekanan darah meningkat,nadi menurun, dan tekana nadi berat (berhubungan dengan peningkat TIK dan pengaruh pusat vasomotor),takikardia, disritmia( pada fase akut ), seperti disritmia sinus ( pada menimgitis )
3) Eliminasi
Tanda : adanya inkontinensia dan /atau retensi
4) Makanan / cairan
Gejala : Kehilangan nafsu makan, kesulitan menelan ( pada periode akut ).
Tanda : Anoreksia, muntah, turgor kulit jelek, membran mukosa kering
5) Hygine
Tanda : ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan diri ( pada periode akut ) .
6) Neuro sensori
Gejala : sakit kepala, parestesia,terasa kaku pada semua persarafan yang terkena, kehilangan sensai (kerusakan pada saraf cranial),hiperalgesia,meningkatnya sensitifitas pada nyeri (meningitis),timnul kejang,ganguan dalam penglihatan seperti diplopia (fase awal dari beberapa infeksi), fotofobia, ketulian dan mungkin hipersensitif terhadap kebisingan,adanya halusinasi penciuman atau sentuhan.
Tanda : status mental atau tingkat kesadaran ; retargi sampai kebungungan yang berat hingga, delusi dan halusinasi atau psikosis organic, kehilangan memori, sulit dalam mengambil keputusan, kesulitan dalam berkomunikasi,pupil anisokor/ tidak berespon terhadap cahaya (peningkatan TIK),nistagmus ( bola bergerak terus-menerus), ptosis ,karakteristik facial/wajah(perubahan pada fungsi motorik dan sensorik saraf cranial V dan VII terkena),kejang umum / local,kejang lobus temporal,otot mengalami hipotenia,spastic,hemiparese,tanda Brudzinski positif dan/ atau tanda Kernig positif, rigiditas nukal, refleks tendon dalam terganggu, Babinskipositif, refleks abdominal menurun/tidak ada,refleks kremastetik hilang pada laki-laki.
7) Nyeri/kenyamanan
Gejala : sakit kepala, mungkin akan diperburuk oleh ketegangan, leher atau
punggumg kaku,nyeri pada gerakan ocular, fotosensitifitas, tenggorokan
nyeri.
Tanda : tampak terus terjaga, perilaku distraksi/gelisah, mengangis atau
mengaduh/mengeluh.
8) Pernafasan
Gejala : adanya riwayat infeksi sinus atau paru
Tanda : peningkatan kerja pernafasan ( episode awal ), perubahan mental ( letargi
sampai koma ) dan gelisah.
9) Keamanan
Gejala : adanya riwayat infeksi saluran nafas atas/infeksi lain meliputi
mastoiditis,telinga tengah, sinus, abses gigi, infeksi pelvis,
abdomen/kulit, pungsi lumbal, pembedahan, fraktur pada tengkorak/
cedera kepala, anemia sel sabit, imunisasi yang baru saja berlangsung,
terpajan pada meningitis, terpajan oleh campak, terpajan oleh chicken
fox, herpes simpleks, mononucleosis,gigitan binatang, benda asing yang
terbawa.
Tanda : Suhu meningkat, diaforesis, mengigil, adanya ras, purpura menyeluruh,
perdarahan subkutan, kelemahan secara umum, tonus otot flaksid atau
spastic, paralisis/ paresis, gangguan sensasi.
10 ) Penyuluhan/Pembelajaran
Gejala : adayan riwayat menggunakan obat, hipersensitifitas terhadap obat, masalah medis sebelumnya, seperti penyakit kronis/gangguan umum,alkoholisme, DM, splenektomi, implantasi pirau ventrikel
11) Pemeriksaan Diagnostik
a. Analisa CSS dari pungsi lumbal :
Meningitis bacterial : tekanan meningkta, cairab keruh / berkabut, jumlah sel darah putih dan protein meningkat, glukosa menurun,kultur positi terhadap beberapa jenis bakteri
Meningitis virus : Tekanan bervariasi, cairan CSS biasanya jernih, sel darah putih meningkat, glukosa dam protein biasanya normal.kultur biasanya negative, kultur virus biasanya dengan prosedur khusus.
b. Glukosa serum meningkat.
c. LDH serum meningkat ( biaasanya pada meningitis bakteri )
d. Sel darah putih sedikit meningkat dengan peningkatan neutrofil ( infeksi bakteri )
e. Elektrolit darah abnormal
f. ESR/LED menigkat
g. Kultur darah/ hidung/tenggorokan/urine dapat mengindikasikan daerah pusat infeksi atau mengidikasikan tipe penyebab infeksi
h. MRI/ CT Scan dapat membantu melokalisasi lesi, melihat ukuran/ letak ventrikel,hematom daerah serebral, hemoragik/ tumor
i. EEG mungkin terlihat gelombang lambat secara fokal/ umum/foltasenya meningkat
j. Rontgen dada,kepala dan sinus mungkin ada indikasi infeksi/sumber infeksi intracranial
k. Arteriografi karotis letak abses lobus temporal, abses serebral posterior

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa ke[erawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon manusia (status kesehatan/resiko perubahan) dari individu/kelompok dimana perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara untuk menjaga status kesehatan, menurunkan, membatasi,mencegah, dan merubah ( Carpenito,dalam Nursalam 2001)
Langkah-langkah dalam menentukan diagnosa keperawatan meliputi klarifikasi dan analisa data, interpretasi data, validasi data,dan perumusan diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan pada meningitis menurut Doengoes ( 2001), yaitu :
1. Risiko terhadap penyebaran infeksi b/d desiminata hematogen dari pathogen, status cairan tubuh, penekanan respon inflamasi ( akibat obat), pemajanan orang lain terhadap pathogen
2. Risiko terhadap perubahan perfusi jaringan serebral b/d edema serebra yang menghentikan / mengubah aliran darah arteri / vena, hipovolemia, masalah pertukaran pada tingkat seluler( asidosis).
3. Resiko terhadap trauma b/d irirtasi korteks serebra mempredisposisikan muatan neural dan aktifitas kejang umum, keterlibatan area local (kejang fokal), kelemahan umum, parestesia, paralysis, ataksia, vertigo.
4. Nyeri akut b/d agen pencedera biologis, adanya proses infeksi / inflamasi, toksin dalam sirkulasi.
5. Kerusakan mobilitas fisik b/d kerusakan neuromuscular, penurunan kekuatan/ketahanan, kerusakan persepsi atau kognitif , nyeri / ketidaknyamanan, terapi pembatasan ( tirah baring).
6. Perubahan persepsi sensori b/d perubahan resepsi sensori,transmisi/integrasi.
7. Ansietas b/d krisis situasi ; transmisi interpersonal dan keikutsertaan merasakan, ancaman kematian/perubahan,dalam status kesehatan, pemisahan dari system pendukung ( hospitalisai )
8. Kurang pengetahuan ortu mengenai penyebab infeksi dan kebutuhan pengobatan b/d kurang pemajanan, kesalahan interpretasi informasi, kurang mengingat, keterbatasan kognitif.
Selain itu, menurut Suriadi dan Rita (2001), diagnosa keperawatan yang muncul pada meningitis selain yang diungkapan menurut Doengoes diatas yaitu :
9. Gangguan pertukaran gas b/d meningkatnya TIK
10. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/d kelemahan otot-otot pernafasan, ketidakmampuan untuk batuk dan penurunan kesadaran
11. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia,lemah,mual dan muntah.
Menurut Carpenito (2000), Diagnosa keperawatan lain yang dpat muncul pad kasus mengitis diantaranya :
12. Hipertermia b/d proses peradangan selaput meningen
13. Perubahan pertumbuhan dan perkembangan b/d melemahnya kemampuan fisik dan ketergantungan sekunder akibat kerusakan neurologis

III. INTERVENSI
Rencana keperawatan pada asuhan keperawatan pada Meningitis adalah
( Dongoes, 2001 ):
Dx 1
Tujuan:
Mencapai masa penyembuhan tepat waktu, tanpa bukti penyebaran endogen atau keterlibatan orang lain.
Intervensi:
a. Pantau tanda vital.
Rasional: mengetahui terjadinya komplikasi yang fatal.
b. Pertahankan teknik aseptik dan teknik cuci tangan yang tepat bagi pasien, pengunjung maupun staf.
Rasional: menurunkan resiko pasien terkena infeksi sekunder.
c. Batasi pengunjung.
Rasional: menurunkan pemajanan terhadap patogen infeksi lain.
d. Delegatif pemberian antibiotik sesuai indikasi dengan hasil kultur CSS.
Rasional: obat ini dapat membunuh kuman patogen.

Dx 2
Tujuan:
Mempertahankan tingkat kesadaran membaik, fungsi sensorik dan motorik yang optimal, perbaikan kognitif serta tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK.
Intervensi:
a. Kaji vital sign secara teratur.
Rasional: perubahan TIK dapat mempengaruhi tanda vital pasien.
b. Pantau status neurologis secara teratur.
Rasional: pemantauan awal terhadap perubahan tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK.
c. Berikan waktu istirahat antara aktivitas perawatan dan batasi lamanya tindakan tersebut.
Rasional: mencegah kelelahan yang berlebihan dan mengurangi paningkatan TIK melalui pengurangan aktivitas.
d. Kolaborasi dalam pemberian posisi kepala 12-45 derajat sesuai toleransi/indikasi.
Rasional: peningkatan aliran vena dari kepala akan menurunkan TIK.
e. Kolaborasi dalam pemberian obat sesuai indikasi.
Rasional: membantu dalam menurunkan TIK, mengurangi edema otak sesuai dengan indikasi.

Dx 3
Tujuan:
Tidak mengalami cedera kejang/penyerta atau cedera lain.
Intervensi:
a. Pantau adanya kejang/kedutan pada tangan, kaki dan mulut atau otot wajah yang lain.
Rasional: mencerminkan adanya iritasi SSP secara umum yang memerlukan evaluasi segera dan intervensi yang mungkin untuk mencegah komplikasi.
b. Berikan keamanan pada pasien dengan memberi bantalan pada tempat tidur, pertahankan penghalang tempat tidur tetap terpasang.
Rasional: melindungi pasien jika terjadi kejang.
c. Pertahankan tirah baring selama fase akut.
Rasional: menurunkan risiko terjatuh/trauma ketika terjadi vertigo, sinkope atau ataksia.
d. Kolaborasi dalam pemberian obat sesuai indikasi.
Rasional: pemberian obat sesuai dengan indikasi untuk menangani dan mencegah terjadinya kejang.

Dx 4
Tujuan:
Menyatakan nyeri hilang/terkontrol, terlihat rileks, istirahat/tidur dan peningkatan aktivitas dengan tepat.
Intervensi:
a. Tentukan karakteristik nyeri seperti tajam, konstan dan ditusuk.
Rasional: nyeri dapat timbul sebagai akibat peningkatan TIK.
b. Pantau tanda vital.
Rasional: perubahan frekuensi jantung atau TD menunjukkan bahwa pasien mengalami nyeri.
c. Berikan lingkungan yang tenang, ruangan agak gelap sesuai indikasi.
Rasional: menurunkan reaksi terhadap stimulasi dari luar dan sensivitas terhadap cahaya dan meningkatkan istirahat/relaksasi.
d. Berikan kenyamanan misalnya pijat punggung, perubahan posisi, musik tenang, relaksasi latihan nafas.
Rasional: dapat menghilangkan ketidaknyamanan dan memperbesar efek terapi analgesik.
e. Kolaborasi pemberian analgesik sesuai indikasi.
Rasional: menurunkan menghilangkan nyeri yang berat.

Dx 5
Tujuan:
Mencapai kembali atau mempertahankan posisi fungsional optimal yang ditunjukkan oleh tidak adanya kontraktur, foodrop, mempertahankan/meningkatkan kekuatan dan fungsi umum.
Intervensi:
a. Bantu rentang gerak aktif/pasif.
Rasional: meningkatkan tonus otot, mempertahankan gerak sendi dan mencegah kontraktur/atropi.
b. Bantu mobilisasi dengan alat bantu.
Rasional: mobilisasi dini dapat menurunkan komplikasi tirah baring, serta dapat mempertahankan mobilisasi yang optimal dan menjamin keamanan pasien.
c. Bantu perwatan diri.
Rasional: agar dapat meningkatkan kontrol pasien dalam situasi serta untuk meningkatkan derajat kesehatan pasien.
d. Ubah posisi secara periodik dan dorong untuk latihan batuk atau latihan nafas dalam.
Rasional: untuk mencegah terjadinya insiden komplikasi pada kulit maupun pernafasan.
e. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi dan rehabilitasi.
Rasional: untuk membantu aktivitas individu dan program latihan.

Dx 6
Tujuan:
Meningkatkan tingkat kesadaran dan fungsi persepsi, perubahan dalam kemampuan dan adanya keterlibatan residu.
Intervensi:
a. Pantau secara teratur perubahan orientasi, kemampuan berbicara, dalam perasaan/afektif, sensorik dan proses pikir.
Rasional: perubahan orientasi, kemampuan berbicara, alam perasaan/afektuf, sensorik, dan proses pikir dapat terjadi sebagai akibat gangguan situasi dan oksigenasi jaringan serebral.
b. Kaji kesadaran sensorik seperti respon sentuhan, panas/dingin, benda tajam/tumpul dan kesadaran terhadap gerakan dan letak tubuh.
Rasional: semua sistem sensorik dapat terpengaruh dengan adanya perubahan yang melibatkan peningkatan, penurunan atau kehilangan sensitivitas serta kemampuan untuk menerima dan berespon secara sesuai pada stimulasi.
c. Hilangkan suara bising/stimulus yang berlebihan sesuai kebutuhan.
Rasional: menurunkan ansietas, respon emosi yang berlebihan yang berhubungan dengan sensorik yang berlebihan.
d. Berbicara dengan suara yang lembut dan pelan. Gunakan kalimat yang pendek, jelas, pertahankan kontak mata saat berkomunikasi.
Rasional: pasien mungkin mengalami keterbatasan perhatian/pemahaman selama fase akut dan penyembuhan. Tindakan ini dapat membantu pasien untuk memunculkan komunikasi.
e. Berikan stimulasi yang bermafaat: verbal (berbincang-bincang dengan pasien), penciuman (seperti terhadap kopi atau minyak tertentu), taktil (sentuhan, memegang tangan pasien) dan pendengaran (dengan suara tape, radio atau pengunjung lainnya).
Rasional: pilihan masukan sensorik secara cermat bermanfaat untuk menstimulasi pasien koma dengan baik selama melatih kembali fungsi kognitifnya.
f. Berikan kesempatan yang lebih banyak untuk berkomunikasi dan melakukan aktivitas.
Rasional: menurunkan frustasi yang berhubungan dengan perubahan kemampuan/pola respon yang memanjang.
g. Kolaborasi dengan ahli fisioterapy, terapi okupasi, terapi wicara dan kognetif.
Rasional: meningkatkan evaluasi dan fungsi fisik, kognitif dan keterampilan perseptual pasien melalui pendekatan interdisiplin.

Dx 7
Tujuan:
Orang tua tampak rileks dan melaporkan ansietas berkurang, mengungkapkan keakuratan pengetahuan tentang situasi.
Intervensi:
a. Kaji status mental dan tingkat ansietas dari pasien/keluarga.
Rasional: derajat ansietas dipengaruhi oleh besarnya informasi yang diketahui oleh keluarga.
b. Berikan penjelasan hubungan proses penyakit dan gejalanya.
Rasional: meningkatkan pemahaman, mengurangi rasa takut karena ketidaktahuan dan dapat membantu menurunkan ansietas.
c. Jelaskan dan persiapkan untuk tindakan prosedur sebelum dilakukan.
Rasional: dapat meringankan ansietas yang dialami oleh keluarga.
d. Berikan petunjuk mengenai sumber-sumber penyokong yang ada.
Rasional: memberikan jaminan bahwa bantuan yang diperlukan adalah penting untuk meningkatkan/menyokong mekanisme koping keluarga.

Dx 8
Tujuan:
Orang tua paham dan mengerti tentang kondisi dan perawatan anak.
Intervensi:
a. Kaji tingkat pengetahuan orang tua tentang kondisi dan perawatan anak.
Rasional: untuk mengetahui pemahaman ibu serta untuk melanjutkan intervensi selanjutnya.
b. Informasikan pada orang tua dan keluarga tentang proses penyakit, prosedur perawatan
Rasional: untuk meningkatkan pengetahuan orang tua tentang proses penyakit dan prosedur perawatan.
c. Dorong orang tua dan keluarga untuk ikut berpartisipasi dalam perawatan bayi
Rasional: meningkatkan rasa kedekatan dan keikutsertaan keluarga dan perawatan

Dx 9
Tujuan:
Jalan nafas pasien dengan bunyi nafas bersih, tidak ada dispnea, tidak ada sianosis.
Intervensi:
a. Kaji frekuensi/ kedalaman pernapasan dan gerakan
Rasional: tachipnea, pernafasan dangkal dan gerakan dada tak simetris terjadi karena ketidaknyamanan gerakan dingding dada
b. Auskultasi area paru, catat area penurunan / tak ada aliran udara dan bunyi nafas adventisius misalnya krekles, mengi.
Rasional: penurunan aliran udara terjadi pada area konsolidasi dengan cairan merespon terhadap spasme jalan nafas.
c. Bantu pasien latihan nafas sering.
Rasional: Latihan nafas sering memudahkan ekspani maksimum paru – paru.
d. Lakukan penghisapan lendir sesuai indikasi
Rasional: merangsang batuk atau pembersihan jalan nafas secara mekanik
e. Delegatif dalam pemberian obat sesuai indikasi seperti mukolitik, ekspektoran, bronkodilator, analgetik.
Rasional: menurunkan spasme bronkus dengan mobilisasi sekret
f. Delegatif pemberian O2
Rasional: mempertahankan PaO2 dalam batas normal.
g. Delegatif dalam pemberian cairan tambahan misalnya melalui IV
Rasional: cairan diperlukan untuk menggantikan kehilangan

Dx 10
Tujuan:
Perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan dengan GDA dalam rentang normal dan tak ada gejala distress pernafasan, berpartisipasi pada tindakan untuk memaksimalkan oksigenasi.
Intervensi:
a. Kaji frekuensi, kedalaman, dan kemudahan bernafas
Rasional: manifestasi distress pernafasan tergantung pada derajat keterlibatan paru.
b. Obsevasi warna kulit, membran mukosa, dan kuku. Catat adanya sianosis perifer
Rasional: sianosis kuku menunjukan vasokontriksi namun sianosis kulit dan membran mukosa menunjukan hipoksemia sistemik.
c. Kaji status mental
Rasional: gelisah, mudah tersinggung, bingung menunjukan hipoksemia.
d. Awasi frekuensi jantung / irama
Rasional: tachikardi dapat terjadi sebagai respon hipoksemia.
e. Awasi suhu tubuh, bantu tindakan kenyamanan untuk menurunkan demam.
Rasional: demam tinggi sangat meningkatkan kebutuhan metabolik
f. Berikan terapi oksigen sesuai indikasi.
Rasional: mempertahankan PaO2

Dx 11
Tujuan:
Mempertahankan berat badan dalam kondisi normal, asupan makanan yang adekuat.
Intervensi:
a. Ijinkan anak untuk memakan makanan yang dapat ditoleransi anak, rencanakan untuk memperbaiki kualitas gizi pada saat selera makan anak meningkat.
Rasional: peningkatan asupan nutrisi pada anak saat kondisi tubuh mulai membaik dapat meningkatkan kualitas gizi anak.
b. Beri makanan yang disertai dengan suplemen nutrisi untuk meningkatkan kualitas intake nutrisi.
Rasional: tambahan suplemen dapat membantu pemenuhan nutrisi anak yang tidak terpenuhi melalui makanan.
c. Anjurkan kepada orang tua untuk memberikan makanan dengan teknik porsi kecil tetapi sering.
Rasional: teknik porsi kecil dan sering dapat meningkatkan status nutrisi anak dan mengurangi rasa mual dan muntah yang diakibatkan oleh perjalanan penyakit dalam tubuh
d. Timbang BB setiap hari pada waktu yang sama, dan dengan skala yang samanya kemajuan dari perawatan yang diberikan pada bayi.
Rasional: peningkatan BB secara perlahan – lahan setiap hari akan menunjukan adanya kemajuan dari perawatan yang diberikan pada bayi.
e. Pertahankan kebersihan mulut pasien
Rasional: kebersihan oral yang baik akan membantu meningkatkan nafsu makan.
f. Jelaskan pentingnya intake nutrisi yang adekuat untuk penyembuhan penyakit.
Rasional: peningkatan pengetahuan yang dimiliki orang tua akan dapat membantu dalam rangka perawatan anak yang intensif.

Dx 12
Tujuan:
Mempertahankan suhu tubuh pada pasien dalam batas normal ( 365 0C – 375 0C)
Intervensi:
a. Ukur tanda – tanda vital: suhu
Rasional: peningkatan suhu tubuh pada pasien meningitis sering terjadi secara berfluktuatif. Deteksi secara dini dapat membantu dalam penanganannya
b. Ajarkan keluarga dalam pengukuran suhu
Rasional: mengikutsertakan keluarga dalam perawatan anak sebagai deteksi dini terhadap peningkatan suhu tubuh yang ekstrim.
c. Lakukan ” tepid sponge ”( seka ) dengan air biasa
Rasional: pemberian tepid sponge dapat membantu menurunkan panas tubuh melalui proses konduksi
d. Tingkatkan intake cairan
Rasional: peningkatan intake cairan yang adekuat dapat membantu penurunan panas karena cairan yang menguap dari dalam tubuh dapat tergantikan
e. Kolaboratif dalam pemberian antiperetik
Rasional: membantu mempertahankan suhu tubuh dalam batas normal secara farmakologis.

Dx 13
Tujuan:
Meningkatkan kemampuan anak untuk melakukan tugas tumbang yang sesuai dengan tugas dalam tahap tumbang sesuai umur.
Intervensi:
a. Kaji tingkat perkembangan anak menggunakan DDST II
Rasional: mendeteksi adanya gangguan perkembangan
b. Ajarkan orang tua tentang tugas perkembangan anak sesuai dengan usianya
Rasional: mengetahui sejauh mana sudah melaksanakan tugas perkembangannya
c. Beri kesempatan anak untu memenuhi tugas perkembangannya
Rasional: memastikan tugas perkembangan anak untuk tetap berjalan.
d. Kaji pola dan kebiasaan makan anak sebelumnya
Rasional: menetapkan status nutrisi anak sesuai dengan umur.
e. Timbang BB secara rutin, misal setiap 3 hari
Rasional: menetapkan status nutrisi anak sesuai dengan umur.
f. Tingkatkan frekuensi makan setiap 3-4 jam dan selingi makanan kecil yang tinggi kalori dan protein.
Rasional: membantu memenuhi nutrisi anak pada proses penyembuhan anak

IV. PELAKSANAAN
Pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik ( Iyer et al, dalam nursalam, 2001 ). Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditunjukan pada nursing orders untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan.
Fokus terhadap pelaksanaan tindakan keperawatan adalah kegiatan pelaksanaan tindakan dari perencanaan untuk memenuhi kebutuhan fisik dan emosional. Pendekatan tindakan keperawatan yang digunakan meliputi tindakan independen, dependen, dan interdependen ( Nursalam, 2001 ). Pelaksanaan tindakan keperawatan juga harus diikuti dengan pencatatan yang lengkap dan akurat terhadap suatu kejadian dalam proses keperawatan.
Pelaksanaan tindakan keperawatan pada anak dengan meningitis disesuaikan dengan rencana yang disusun pada tiap diagnosa keperawatan.

V. EVALUASI
Evaluasi yang diharapkan pada asuhan keperawatan Meningitis menurut Doenges (2001), adalah:
a. Pasien dapan mencapai penyembuhan tepan waktu, tanpa bukti penyebaran endogen atau keterlibatan orang lain.
b. Pasien dapat mempertahankan tingkat kesadaran membaik, fungsi sensorik dan motorik yang optimal, perbaikan kognitif serta tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK.
c. Pasien tidak mengalami cedera kejang/penyerta atau cedera lain.
d. Pasien menyatakan nyeri hilang/terkontrol, terlihat rileks, istirahat/tidur dan peningkatan aktivitas dengan tepat.
e. Pasien dapat mencapai kembali atau mempertahankan posisi fungsional optimal yang ditunjukkan oleh tidak adanya kontraktur, foodrop, mempertahankan/meningkatkan kekuatan dan fungsi umum.
f. Pasien dapat meningkatkan tingkat kesadaran dan fungsi persepsi, perubahan dalam kemampuan dan adanya keterlibatan residu.
g. Orang tua tampak rileks dan melaporkan ansietas berkurang, mengungkapkan keakuratan pengetahuan tentang situasi.
h. Orang tua paham dan mengerti tentang kondisi dan perawatan anak.
Evaluasi yang diharapkan pada asuhan keperawatan Meningitis menurut Suriadi dan Rita (2001), yaitu:
i. Jalan nafas pasien dengan bunyi nafas bersih, tidak ada dispnea, tidak ada sianosis, respirasi rate dalam rentang normal.
j. Perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan dengan GDA dalam rentang normal dan tak ada gejala distress pernafasan, berpartisipasi pada tindakan untuk memaksimalkan oksigenasi.
k. Mempertahankan berat badan dalam kondisi normal, asupan makanan yang adekuat, pasien tidak mengeluh penurunan nafsu makan.
Evaluasi yang diharapkan pada asuhan keperawatan Meningitis menurut Carpenito (2000), yaitu:
l. Mempertahankan suhu tubuh pada pasien dalam batas normal ( 365 0C – 375 0C).
m. Pasien dapat melakukan tugas tumbang yang sesuai dengan tugas dalam tahap tumbang sesuai umur.

Tidak ada komentar:

Pemeriksaan RAPIT-TEST COVID-19

Pemeriksaan RAPIT-TEST COVID-19 Mohon edukasi kepada masyarakat terkait pemeriksaan RAPID-TEST sebagai berikut : 1) Rapid-test bukan...