Minggu, 20 Desember 2009

KAJIAN TEORI ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN MENINGITIS

Kajian Teori Meningitis
1. Pengertian Meningitis
Pengertian Meningitis menurut beberapa ahli dapat dilihat dalam penjelasan dibawah ini:
a. Meningitis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan serebrospinal dan spinal column yang menyebabkan proses infeksi pada system saraf pusat ( Suriadi dan Rita, 2001 ).
b. Meningitis adalah radang pada meningen ( membrane yang mengelilingi otak dan medulla spinalis ) dan disebabkan oleh virus, bakteri atau organ-organ jamur ( Brunner and Suddarth, 2002 ).
c. Meningitis adalah radang umum pada arakhnoid dan piameter disebabkan oleh bakteri, virus riketsia atau protozoa yang dapat terjadi secara akut dan kronis ( Manjoer, 2000 ).
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa meningitis adalah peradangan pada selaput meningen yang dapat disebabkan oleh virus, bakteri, protozoa, riketsia, maupun organ-organ jamur yang menyebabkan proses infeksi pada system saraf pusat yang terjadi secara akut maupun kronis.

2. Klasifikasi Meningitis
Menurut Mansjoer ( 2000 ), Menuingitis dapat dibedakan menjadi 2 golongan berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan otak, yaitu:
a. Meningitis serosa yaitu radang selaput otak ( arakhnoid dan piameter ) yang disertai cairan otak yang jernih. Penyebab terseringnya adalah Mycobacterium tuberculosa. Penyebab lain seperti lues, virus toxoplasma gondhii, Ricketsia.
b. Meningitis prulenta yaitu radang bernanah arakhnoid dan piameter yang meliputi otak dan medulla spinalis. Penyebabnya antara lain: Diplococus pneumoniae ( pneumokok ), Neisseria meningitides ( meningokok ), Streptococcus haemolitycus, Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa.
Menurut Brunner and Suddarth ( 2002 ), Meningitis dapat diklasifikasikan menjadi 3 golongan, yaitu:
a. Meningitis aseptic mengacu pada salah satu meningitis virus atau menyebabkan iritasi meningen yang disebabkan oleh abses otak, ensefalitis, limfoma, leukimia, atau darah di ruang subarakhnoid.
b. Meningitis sepsis menunjukkan meningitis yang disebabkan oleh organisme bakteri seperti meningococcus, stafilococcus, atau basilus influenza.
c. Meningitis tuberkulosa disebabkan oleh basilus tuberkel.

3. Etiologi Meningitis
Penyebab timbulnya Meningitis menurut Suriadi dan Rita, 2001, yaitu:
a. Bakteri: Haemophilus influenza ( tipe B ), Streptococcus pneumoniae, Neisseria meningitides, ß- Hemolitic streptococcus, Staphylococcus aureus, E. Coli.
b. Faktor predisposisi: jenis kelamin laki-laki lebih sering dibandingkan dengan wanita.
c. Faktor maternal: ruptur membran fetal, infeksi maternal pada minggu terakhir kehamilan.
d. Faktor imunologi: defisiensi mekanisme imun, defisiensi imunoglobulin, anak yang mendapat obat-obat imunosupresi.
e. Anak dengan kelainan sistem saraf pusat, pembedahan atau injury yang berhubungan dengan sistem persarafan.


4. Manifestasi Meningitis
Menurut Suriadi dan Rita, 2001, manifestasi klinis dari meningitis yaitu:
a. Neonatus: menolak untuk makan, refleks menghisap kurang, muntah atau diare, tonus otot kurang, kurang gerak dan menangis lemah.
b. Anak-anak dan remaja: demam tinggi, sakit kepala, muntah yang diikuti dengan perubahan sensori, kejang, mudah terstimulasi dan teragitasi, fotofobia, delirium, halusinasi, perilaku agresif atau maniak, stupor, koma, kaku kuduk, opistotonus, tanda kernig dan brudzinski positif, refleks biologis hiperaktif, ptechiae atau pruritus ( menunjukkan adanya infeksi meningococcal ).
c. Bayi dan anak-anak ( usia 3 bulan hingga 2 tahun ): demam, malas makan, muntah, mudah terstimulasi, kejang, menangis dan merintih, ubun-ubun menonjol, kaku kuduk, serta tanda kernig dan brunzinski positif.

Akibat dari proses peradangan meningen yaitu kelainan-kelainan neurologik dapat menimbulkan terjadinya perubahan persepsi sensorik serta terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan system saraf pada anak. Hal ini akan berdampak pada terjadinya gangguan intelektual dan psikiatris pada anak yang bila berlangsung dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan terjadinya perubahan pertumbuhan dan perkembangan.


Teori Asuhan Keperawatan
I. PENGKAJIAN
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien ( lyer at al., dalam Nursalam,2001 )
Pengkajian pada anak dengan meningitis menurut Doengoes (2001) adalah sebagai berikut :
1) Aktifitas/istirahat
Gejala : Perasaan tidak enak/ malaise, keterbatasan yang ditimbulakn oleh
kondisinya.
Tanda : Ataksia, masalah berjalan, kelumpuhan, gerakan involunter, kelemahan secara umum,keterbatasan dalam rentang gerak, hipotonia.
2) Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat kardiopatologi seperti endokarditis, beberapa penyakit jantung kongenita ( abses otak ).
Tanda : Tekanan darah meningkat,nadi menurun, dan tekana nadi berat (berhubungan dengan peningkat TIK dan pengaruh pusat vasomotor),takikardia, disritmia( pada fase akut ), seperti disritmia sinus ( pada menimgitis )
3) Eliminasi
Tanda : adanya inkontinensia dan /atau retensi
4) Makanan / cairan
Gejala : Kehilangan nafsu makan, kesulitan menelan ( pada periode akut ).
Tanda : Anoreksia, muntah, turgor kulit jelek, membran mukosa kering
5) Hygine
Tanda : ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan diri ( pada periode akut ) .
6) Neuro sensori
Gejala : sakit kepala, parestesia,terasa kaku pada semua persarafan yang terkena, kehilangan sensai (kerusakan pada saraf cranial),hiperalgesia,meningkatnya sensitifitas pada nyeri (meningitis),timnul kejang,ganguan dalam penglihatan seperti diplopia (fase awal dari beberapa infeksi), fotofobia, ketulian dan mungkin hipersensitif terhadap kebisingan,adanya halusinasi penciuman atau sentuhan.
Tanda : status mental atau tingkat kesadaran ; retargi sampai kebungungan yang berat hingga, delusi dan halusinasi atau psikosis organic, kehilangan memori, sulit dalam mengambil keputusan, kesulitan dalam berkomunikasi,pupil anisokor/ tidak berespon terhadap cahaya (peningkatan TIK),nistagmus ( bola bergerak terus-menerus), ptosis ,karakteristik facial/wajah(perubahan pada fungsi motorik dan sensorik saraf cranial V dan VII terkena),kejang umum / local,kejang lobus temporal,otot mengalami hipotenia,spastic,hemiparese,tanda Brudzinski positif dan/ atau tanda Kernig positif, rigiditas nukal, refleks tendon dalam terganggu, Babinskipositif, refleks abdominal menurun/tidak ada,refleks kremastetik hilang pada laki-laki.
7) Nyeri/kenyamanan
Gejala : sakit kepala, mungkin akan diperburuk oleh ketegangan, leher atau
punggumg kaku,nyeri pada gerakan ocular, fotosensitifitas, tenggorokan
nyeri.
Tanda : tampak terus terjaga, perilaku distraksi/gelisah, mengangis atau
mengaduh/mengeluh.
8) Pernafasan
Gejala : adanya riwayat infeksi sinus atau paru
Tanda : peningkatan kerja pernafasan ( episode awal ), perubahan mental ( letargi
sampai koma ) dan gelisah.
9) Keamanan
Gejala : adanya riwayat infeksi saluran nafas atas/infeksi lain meliputi
mastoiditis,telinga tengah, sinus, abses gigi, infeksi pelvis,
abdomen/kulit, pungsi lumbal, pembedahan, fraktur pada tengkorak/
cedera kepala, anemia sel sabit, imunisasi yang baru saja berlangsung,
terpajan pada meningitis, terpajan oleh campak, terpajan oleh chicken
fox, herpes simpleks, mononucleosis,gigitan binatang, benda asing yang
terbawa.
Tanda : Suhu meningkat, diaforesis, mengigil, adanya ras, purpura menyeluruh,
perdarahan subkutan, kelemahan secara umum, tonus otot flaksid atau
spastic, paralisis/ paresis, gangguan sensasi.
10 ) Penyuluhan/Pembelajaran
Gejala : adayan riwayat menggunakan obat, hipersensitifitas terhadap obat, masalah medis sebelumnya, seperti penyakit kronis/gangguan umum,alkoholisme, DM, splenektomi, implantasi pirau ventrikel
11) Pemeriksaan Diagnostik
a. Analisa CSS dari pungsi lumbal :
Meningitis bacterial : tekanan meningkta, cairab keruh / berkabut, jumlah sel darah putih dan protein meningkat, glukosa menurun,kultur positi terhadap beberapa jenis bakteri
Meningitis virus : Tekanan bervariasi, cairan CSS biasanya jernih, sel darah putih meningkat, glukosa dam protein biasanya normal.kultur biasanya negative, kultur virus biasanya dengan prosedur khusus.
b. Glukosa serum meningkat.
c. LDH serum meningkat ( biaasanya pada meningitis bakteri )
d. Sel darah putih sedikit meningkat dengan peningkatan neutrofil ( infeksi bakteri )
e. Elektrolit darah abnormal
f. ESR/LED menigkat
g. Kultur darah/ hidung/tenggorokan/urine dapat mengindikasikan daerah pusat infeksi atau mengidikasikan tipe penyebab infeksi
h. MRI/ CT Scan dapat membantu melokalisasi lesi, melihat ukuran/ letak ventrikel,hematom daerah serebral, hemoragik/ tumor
i. EEG mungkin terlihat gelombang lambat secara fokal/ umum/foltasenya meningkat
j. Rontgen dada,kepala dan sinus mungkin ada indikasi infeksi/sumber infeksi intracranial
k. Arteriografi karotis letak abses lobus temporal, abses serebral posterior

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa ke[erawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon manusia (status kesehatan/resiko perubahan) dari individu/kelompok dimana perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara untuk menjaga status kesehatan, menurunkan, membatasi,mencegah, dan merubah ( Carpenito,dalam Nursalam 2001)
Langkah-langkah dalam menentukan diagnosa keperawatan meliputi klarifikasi dan analisa data, interpretasi data, validasi data,dan perumusan diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan pada meningitis menurut Doengoes ( 2001), yaitu :
1. Risiko terhadap penyebaran infeksi b/d desiminata hematogen dari pathogen, status cairan tubuh, penekanan respon inflamasi ( akibat obat), pemajanan orang lain terhadap pathogen
2. Risiko terhadap perubahan perfusi jaringan serebral b/d edema serebra yang menghentikan / mengubah aliran darah arteri / vena, hipovolemia, masalah pertukaran pada tingkat seluler( asidosis).
3. Resiko terhadap trauma b/d irirtasi korteks serebra mempredisposisikan muatan neural dan aktifitas kejang umum, keterlibatan area local (kejang fokal), kelemahan umum, parestesia, paralysis, ataksia, vertigo.
4. Nyeri akut b/d agen pencedera biologis, adanya proses infeksi / inflamasi, toksin dalam sirkulasi.
5. Kerusakan mobilitas fisik b/d kerusakan neuromuscular, penurunan kekuatan/ketahanan, kerusakan persepsi atau kognitif , nyeri / ketidaknyamanan, terapi pembatasan ( tirah baring).
6. Perubahan persepsi sensori b/d perubahan resepsi sensori,transmisi/integrasi.
7. Ansietas b/d krisis situasi ; transmisi interpersonal dan keikutsertaan merasakan, ancaman kematian/perubahan,dalam status kesehatan, pemisahan dari system pendukung ( hospitalisai )
8. Kurang pengetahuan ortu mengenai penyebab infeksi dan kebutuhan pengobatan b/d kurang pemajanan, kesalahan interpretasi informasi, kurang mengingat, keterbatasan kognitif.
Selain itu, menurut Suriadi dan Rita (2001), diagnosa keperawatan yang muncul pada meningitis selain yang diungkapan menurut Doengoes diatas yaitu :
9. Gangguan pertukaran gas b/d meningkatnya TIK
10. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/d kelemahan otot-otot pernafasan, ketidakmampuan untuk batuk dan penurunan kesadaran
11. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia,lemah,mual dan muntah.
Menurut Carpenito (2000), Diagnosa keperawatan lain yang dpat muncul pad kasus mengitis diantaranya :
12. Hipertermia b/d proses peradangan selaput meningen
13. Perubahan pertumbuhan dan perkembangan b/d melemahnya kemampuan fisik dan ketergantungan sekunder akibat kerusakan neurologis

III. INTERVENSI
Rencana keperawatan pada asuhan keperawatan pada Meningitis adalah
( Dongoes, 2001 ):
Dx 1
Tujuan:
Mencapai masa penyembuhan tepat waktu, tanpa bukti penyebaran endogen atau keterlibatan orang lain.
Intervensi:
a. Pantau tanda vital.
Rasional: mengetahui terjadinya komplikasi yang fatal.
b. Pertahankan teknik aseptik dan teknik cuci tangan yang tepat bagi pasien, pengunjung maupun staf.
Rasional: menurunkan resiko pasien terkena infeksi sekunder.
c. Batasi pengunjung.
Rasional: menurunkan pemajanan terhadap patogen infeksi lain.
d. Delegatif pemberian antibiotik sesuai indikasi dengan hasil kultur CSS.
Rasional: obat ini dapat membunuh kuman patogen.

Dx 2
Tujuan:
Mempertahankan tingkat kesadaran membaik, fungsi sensorik dan motorik yang optimal, perbaikan kognitif serta tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK.
Intervensi:
a. Kaji vital sign secara teratur.
Rasional: perubahan TIK dapat mempengaruhi tanda vital pasien.
b. Pantau status neurologis secara teratur.
Rasional: pemantauan awal terhadap perubahan tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK.
c. Berikan waktu istirahat antara aktivitas perawatan dan batasi lamanya tindakan tersebut.
Rasional: mencegah kelelahan yang berlebihan dan mengurangi paningkatan TIK melalui pengurangan aktivitas.
d. Kolaborasi dalam pemberian posisi kepala 12-45 derajat sesuai toleransi/indikasi.
Rasional: peningkatan aliran vena dari kepala akan menurunkan TIK.
e. Kolaborasi dalam pemberian obat sesuai indikasi.
Rasional: membantu dalam menurunkan TIK, mengurangi edema otak sesuai dengan indikasi.

Dx 3
Tujuan:
Tidak mengalami cedera kejang/penyerta atau cedera lain.
Intervensi:
a. Pantau adanya kejang/kedutan pada tangan, kaki dan mulut atau otot wajah yang lain.
Rasional: mencerminkan adanya iritasi SSP secara umum yang memerlukan evaluasi segera dan intervensi yang mungkin untuk mencegah komplikasi.
b. Berikan keamanan pada pasien dengan memberi bantalan pada tempat tidur, pertahankan penghalang tempat tidur tetap terpasang.
Rasional: melindungi pasien jika terjadi kejang.
c. Pertahankan tirah baring selama fase akut.
Rasional: menurunkan risiko terjatuh/trauma ketika terjadi vertigo, sinkope atau ataksia.
d. Kolaborasi dalam pemberian obat sesuai indikasi.
Rasional: pemberian obat sesuai dengan indikasi untuk menangani dan mencegah terjadinya kejang.

Dx 4
Tujuan:
Menyatakan nyeri hilang/terkontrol, terlihat rileks, istirahat/tidur dan peningkatan aktivitas dengan tepat.
Intervensi:
a. Tentukan karakteristik nyeri seperti tajam, konstan dan ditusuk.
Rasional: nyeri dapat timbul sebagai akibat peningkatan TIK.
b. Pantau tanda vital.
Rasional: perubahan frekuensi jantung atau TD menunjukkan bahwa pasien mengalami nyeri.
c. Berikan lingkungan yang tenang, ruangan agak gelap sesuai indikasi.
Rasional: menurunkan reaksi terhadap stimulasi dari luar dan sensivitas terhadap cahaya dan meningkatkan istirahat/relaksasi.
d. Berikan kenyamanan misalnya pijat punggung, perubahan posisi, musik tenang, relaksasi latihan nafas.
Rasional: dapat menghilangkan ketidaknyamanan dan memperbesar efek terapi analgesik.
e. Kolaborasi pemberian analgesik sesuai indikasi.
Rasional: menurunkan menghilangkan nyeri yang berat.

Dx 5
Tujuan:
Mencapai kembali atau mempertahankan posisi fungsional optimal yang ditunjukkan oleh tidak adanya kontraktur, foodrop, mempertahankan/meningkatkan kekuatan dan fungsi umum.
Intervensi:
a. Bantu rentang gerak aktif/pasif.
Rasional: meningkatkan tonus otot, mempertahankan gerak sendi dan mencegah kontraktur/atropi.
b. Bantu mobilisasi dengan alat bantu.
Rasional: mobilisasi dini dapat menurunkan komplikasi tirah baring, serta dapat mempertahankan mobilisasi yang optimal dan menjamin keamanan pasien.
c. Bantu perwatan diri.
Rasional: agar dapat meningkatkan kontrol pasien dalam situasi serta untuk meningkatkan derajat kesehatan pasien.
d. Ubah posisi secara periodik dan dorong untuk latihan batuk atau latihan nafas dalam.
Rasional: untuk mencegah terjadinya insiden komplikasi pada kulit maupun pernafasan.
e. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi dan rehabilitasi.
Rasional: untuk membantu aktivitas individu dan program latihan.

Dx 6
Tujuan:
Meningkatkan tingkat kesadaran dan fungsi persepsi, perubahan dalam kemampuan dan adanya keterlibatan residu.
Intervensi:
a. Pantau secara teratur perubahan orientasi, kemampuan berbicara, dalam perasaan/afektif, sensorik dan proses pikir.
Rasional: perubahan orientasi, kemampuan berbicara, alam perasaan/afektuf, sensorik, dan proses pikir dapat terjadi sebagai akibat gangguan situasi dan oksigenasi jaringan serebral.
b. Kaji kesadaran sensorik seperti respon sentuhan, panas/dingin, benda tajam/tumpul dan kesadaran terhadap gerakan dan letak tubuh.
Rasional: semua sistem sensorik dapat terpengaruh dengan adanya perubahan yang melibatkan peningkatan, penurunan atau kehilangan sensitivitas serta kemampuan untuk menerima dan berespon secara sesuai pada stimulasi.
c. Hilangkan suara bising/stimulus yang berlebihan sesuai kebutuhan.
Rasional: menurunkan ansietas, respon emosi yang berlebihan yang berhubungan dengan sensorik yang berlebihan.
d. Berbicara dengan suara yang lembut dan pelan. Gunakan kalimat yang pendek, jelas, pertahankan kontak mata saat berkomunikasi.
Rasional: pasien mungkin mengalami keterbatasan perhatian/pemahaman selama fase akut dan penyembuhan. Tindakan ini dapat membantu pasien untuk memunculkan komunikasi.
e. Berikan stimulasi yang bermafaat: verbal (berbincang-bincang dengan pasien), penciuman (seperti terhadap kopi atau minyak tertentu), taktil (sentuhan, memegang tangan pasien) dan pendengaran (dengan suara tape, radio atau pengunjung lainnya).
Rasional: pilihan masukan sensorik secara cermat bermanfaat untuk menstimulasi pasien koma dengan baik selama melatih kembali fungsi kognitifnya.
f. Berikan kesempatan yang lebih banyak untuk berkomunikasi dan melakukan aktivitas.
Rasional: menurunkan frustasi yang berhubungan dengan perubahan kemampuan/pola respon yang memanjang.
g. Kolaborasi dengan ahli fisioterapy, terapi okupasi, terapi wicara dan kognetif.
Rasional: meningkatkan evaluasi dan fungsi fisik, kognitif dan keterampilan perseptual pasien melalui pendekatan interdisiplin.

Dx 7
Tujuan:
Orang tua tampak rileks dan melaporkan ansietas berkurang, mengungkapkan keakuratan pengetahuan tentang situasi.
Intervensi:
a. Kaji status mental dan tingkat ansietas dari pasien/keluarga.
Rasional: derajat ansietas dipengaruhi oleh besarnya informasi yang diketahui oleh keluarga.
b. Berikan penjelasan hubungan proses penyakit dan gejalanya.
Rasional: meningkatkan pemahaman, mengurangi rasa takut karena ketidaktahuan dan dapat membantu menurunkan ansietas.
c. Jelaskan dan persiapkan untuk tindakan prosedur sebelum dilakukan.
Rasional: dapat meringankan ansietas yang dialami oleh keluarga.
d. Berikan petunjuk mengenai sumber-sumber penyokong yang ada.
Rasional: memberikan jaminan bahwa bantuan yang diperlukan adalah penting untuk meningkatkan/menyokong mekanisme koping keluarga.

Dx 8
Tujuan:
Orang tua paham dan mengerti tentang kondisi dan perawatan anak.
Intervensi:
a. Kaji tingkat pengetahuan orang tua tentang kondisi dan perawatan anak.
Rasional: untuk mengetahui pemahaman ibu serta untuk melanjutkan intervensi selanjutnya.
b. Informasikan pada orang tua dan keluarga tentang proses penyakit, prosedur perawatan
Rasional: untuk meningkatkan pengetahuan orang tua tentang proses penyakit dan prosedur perawatan.
c. Dorong orang tua dan keluarga untuk ikut berpartisipasi dalam perawatan bayi
Rasional: meningkatkan rasa kedekatan dan keikutsertaan keluarga dan perawatan

Dx 9
Tujuan:
Jalan nafas pasien dengan bunyi nafas bersih, tidak ada dispnea, tidak ada sianosis.
Intervensi:
a. Kaji frekuensi/ kedalaman pernapasan dan gerakan
Rasional: tachipnea, pernafasan dangkal dan gerakan dada tak simetris terjadi karena ketidaknyamanan gerakan dingding dada
b. Auskultasi area paru, catat area penurunan / tak ada aliran udara dan bunyi nafas adventisius misalnya krekles, mengi.
Rasional: penurunan aliran udara terjadi pada area konsolidasi dengan cairan merespon terhadap spasme jalan nafas.
c. Bantu pasien latihan nafas sering.
Rasional: Latihan nafas sering memudahkan ekspani maksimum paru – paru.
d. Lakukan penghisapan lendir sesuai indikasi
Rasional: merangsang batuk atau pembersihan jalan nafas secara mekanik
e. Delegatif dalam pemberian obat sesuai indikasi seperti mukolitik, ekspektoran, bronkodilator, analgetik.
Rasional: menurunkan spasme bronkus dengan mobilisasi sekret
f. Delegatif pemberian O2
Rasional: mempertahankan PaO2 dalam batas normal.
g. Delegatif dalam pemberian cairan tambahan misalnya melalui IV
Rasional: cairan diperlukan untuk menggantikan kehilangan

Dx 10
Tujuan:
Perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan dengan GDA dalam rentang normal dan tak ada gejala distress pernafasan, berpartisipasi pada tindakan untuk memaksimalkan oksigenasi.
Intervensi:
a. Kaji frekuensi, kedalaman, dan kemudahan bernafas
Rasional: manifestasi distress pernafasan tergantung pada derajat keterlibatan paru.
b. Obsevasi warna kulit, membran mukosa, dan kuku. Catat adanya sianosis perifer
Rasional: sianosis kuku menunjukan vasokontriksi namun sianosis kulit dan membran mukosa menunjukan hipoksemia sistemik.
c. Kaji status mental
Rasional: gelisah, mudah tersinggung, bingung menunjukan hipoksemia.
d. Awasi frekuensi jantung / irama
Rasional: tachikardi dapat terjadi sebagai respon hipoksemia.
e. Awasi suhu tubuh, bantu tindakan kenyamanan untuk menurunkan demam.
Rasional: demam tinggi sangat meningkatkan kebutuhan metabolik
f. Berikan terapi oksigen sesuai indikasi.
Rasional: mempertahankan PaO2

Dx 11
Tujuan:
Mempertahankan berat badan dalam kondisi normal, asupan makanan yang adekuat.
Intervensi:
a. Ijinkan anak untuk memakan makanan yang dapat ditoleransi anak, rencanakan untuk memperbaiki kualitas gizi pada saat selera makan anak meningkat.
Rasional: peningkatan asupan nutrisi pada anak saat kondisi tubuh mulai membaik dapat meningkatkan kualitas gizi anak.
b. Beri makanan yang disertai dengan suplemen nutrisi untuk meningkatkan kualitas intake nutrisi.
Rasional: tambahan suplemen dapat membantu pemenuhan nutrisi anak yang tidak terpenuhi melalui makanan.
c. Anjurkan kepada orang tua untuk memberikan makanan dengan teknik porsi kecil tetapi sering.
Rasional: teknik porsi kecil dan sering dapat meningkatkan status nutrisi anak dan mengurangi rasa mual dan muntah yang diakibatkan oleh perjalanan penyakit dalam tubuh
d. Timbang BB setiap hari pada waktu yang sama, dan dengan skala yang samanya kemajuan dari perawatan yang diberikan pada bayi.
Rasional: peningkatan BB secara perlahan – lahan setiap hari akan menunjukan adanya kemajuan dari perawatan yang diberikan pada bayi.
e. Pertahankan kebersihan mulut pasien
Rasional: kebersihan oral yang baik akan membantu meningkatkan nafsu makan.
f. Jelaskan pentingnya intake nutrisi yang adekuat untuk penyembuhan penyakit.
Rasional: peningkatan pengetahuan yang dimiliki orang tua akan dapat membantu dalam rangka perawatan anak yang intensif.

Dx 12
Tujuan:
Mempertahankan suhu tubuh pada pasien dalam batas normal ( 365 0C – 375 0C)
Intervensi:
a. Ukur tanda – tanda vital: suhu
Rasional: peningkatan suhu tubuh pada pasien meningitis sering terjadi secara berfluktuatif. Deteksi secara dini dapat membantu dalam penanganannya
b. Ajarkan keluarga dalam pengukuran suhu
Rasional: mengikutsertakan keluarga dalam perawatan anak sebagai deteksi dini terhadap peningkatan suhu tubuh yang ekstrim.
c. Lakukan ” tepid sponge ”( seka ) dengan air biasa
Rasional: pemberian tepid sponge dapat membantu menurunkan panas tubuh melalui proses konduksi
d. Tingkatkan intake cairan
Rasional: peningkatan intake cairan yang adekuat dapat membantu penurunan panas karena cairan yang menguap dari dalam tubuh dapat tergantikan
e. Kolaboratif dalam pemberian antiperetik
Rasional: membantu mempertahankan suhu tubuh dalam batas normal secara farmakologis.

Dx 13
Tujuan:
Meningkatkan kemampuan anak untuk melakukan tugas tumbang yang sesuai dengan tugas dalam tahap tumbang sesuai umur.
Intervensi:
a. Kaji tingkat perkembangan anak menggunakan DDST II
Rasional: mendeteksi adanya gangguan perkembangan
b. Ajarkan orang tua tentang tugas perkembangan anak sesuai dengan usianya
Rasional: mengetahui sejauh mana sudah melaksanakan tugas perkembangannya
c. Beri kesempatan anak untu memenuhi tugas perkembangannya
Rasional: memastikan tugas perkembangan anak untuk tetap berjalan.
d. Kaji pola dan kebiasaan makan anak sebelumnya
Rasional: menetapkan status nutrisi anak sesuai dengan umur.
e. Timbang BB secara rutin, misal setiap 3 hari
Rasional: menetapkan status nutrisi anak sesuai dengan umur.
f. Tingkatkan frekuensi makan setiap 3-4 jam dan selingi makanan kecil yang tinggi kalori dan protein.
Rasional: membantu memenuhi nutrisi anak pada proses penyembuhan anak

IV. PELAKSANAAN
Pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik ( Iyer et al, dalam nursalam, 2001 ). Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditunjukan pada nursing orders untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan.
Fokus terhadap pelaksanaan tindakan keperawatan adalah kegiatan pelaksanaan tindakan dari perencanaan untuk memenuhi kebutuhan fisik dan emosional. Pendekatan tindakan keperawatan yang digunakan meliputi tindakan independen, dependen, dan interdependen ( Nursalam, 2001 ). Pelaksanaan tindakan keperawatan juga harus diikuti dengan pencatatan yang lengkap dan akurat terhadap suatu kejadian dalam proses keperawatan.
Pelaksanaan tindakan keperawatan pada anak dengan meningitis disesuaikan dengan rencana yang disusun pada tiap diagnosa keperawatan.

V. EVALUASI
Evaluasi yang diharapkan pada asuhan keperawatan Meningitis menurut Doenges (2001), adalah:
a. Pasien dapan mencapai penyembuhan tepan waktu, tanpa bukti penyebaran endogen atau keterlibatan orang lain.
b. Pasien dapat mempertahankan tingkat kesadaran membaik, fungsi sensorik dan motorik yang optimal, perbaikan kognitif serta tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK.
c. Pasien tidak mengalami cedera kejang/penyerta atau cedera lain.
d. Pasien menyatakan nyeri hilang/terkontrol, terlihat rileks, istirahat/tidur dan peningkatan aktivitas dengan tepat.
e. Pasien dapat mencapai kembali atau mempertahankan posisi fungsional optimal yang ditunjukkan oleh tidak adanya kontraktur, foodrop, mempertahankan/meningkatkan kekuatan dan fungsi umum.
f. Pasien dapat meningkatkan tingkat kesadaran dan fungsi persepsi, perubahan dalam kemampuan dan adanya keterlibatan residu.
g. Orang tua tampak rileks dan melaporkan ansietas berkurang, mengungkapkan keakuratan pengetahuan tentang situasi.
h. Orang tua paham dan mengerti tentang kondisi dan perawatan anak.
Evaluasi yang diharapkan pada asuhan keperawatan Meningitis menurut Suriadi dan Rita (2001), yaitu:
i. Jalan nafas pasien dengan bunyi nafas bersih, tidak ada dispnea, tidak ada sianosis, respirasi rate dalam rentang normal.
j. Perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan dengan GDA dalam rentang normal dan tak ada gejala distress pernafasan, berpartisipasi pada tindakan untuk memaksimalkan oksigenasi.
k. Mempertahankan berat badan dalam kondisi normal, asupan makanan yang adekuat, pasien tidak mengeluh penurunan nafsu makan.
Evaluasi yang diharapkan pada asuhan keperawatan Meningitis menurut Carpenito (2000), yaitu:
l. Mempertahankan suhu tubuh pada pasien dalam batas normal ( 365 0C – 375 0C).
m. Pasien dapat melakukan tugas tumbang yang sesuai dengan tugas dalam tahap tumbang sesuai umur.

KANDUNGAN KOLOSTRUM PADA ASI

A. KOLOSTRUM
• Merupakan cairan yang pertam kali disekresi oleh kelenjar payudara,mengandung tissue debris dan residual material yang terdapat dalam alveoli dan duktus dari kelenjar payudara sebelum dan sesudah masa puerperium
• Disekresi oleh kelenjar payudara dari hari pertama sampai hari ke tiga atau hari keempat
• Komposisi dari kolostrum ini dari hari kehari selalu berubah
• Merupakan cairan viscous kental dengan warna kekuning-kuningan, lebih kuning dibandingkan dengan susu yang matur.
• Merupakan pencahar yang ideal untuk membersihkan mekoneum dari usus bayi yang baru lahir dan mempersiapkan saluran pencernaan makanan bayi bagi makanan yang akan dating.
• Lebih banyak mengandung protein dibandingkan ASI yang matur, tetapi berlainan dengan ASI yang matur,pada kolostrum protein yang utama adalah globulin ( gamma globulin )
• Lebih banyak mengandung antibody dibandingkan dengan ASI yang matur,dapat memberikan perlindungan bagi bayi sampai umur 6 bln.
• Kadar karbohidrat dan lemak rendah jika dibandingkan ASI matur.
• Mineral, terutama natrium, kalium ,dan klorida lebih tinggi jika dibandingkan dengan susu matur.
• Total energi lebih rendah jika dibandingkan dengan susu matur hanya 58 kal/ 100 ml kolostrum.
• Vitamin yang larut dalam lemak lebih tinggi jika dibandingkan dengan Asi matur, sedangkan vitamin yang larut dalam air dapat lebih tinggi atau lebih rendah.
• Bila dipanaskan akan menggumpal, sedangkan ASI matur tidak.
• pH lebih alkalis dibandingkan dengan ASI matur.
• Lipidnya lebih banyak mengandung kolesterol dan lesitin dibandingkan dengan ASI matur.
• Terdapat tripsin inhibitor, sehingga hidrolisis protein di dalam usus bayi menjadi kurang. Hal ini akan lebih banyak menambah kadar antibodi pada bayi.
• Volume berkisar 150-300 mL/ 24 jam.

B. KANDUNGAN KEKEBALAN DALAM ASI
• Imunoglobulin
Didalam kolostrum susu ibu,konsentrasi imunoglobulin ini sangat tinggi seperti terlihat dalam tabel di bawah ini ( Michael dkk,1971) dalam mg/100ml kolostrum.
Hari I : 600 Ig A,80 Ig G dan 125 Ig M.
Hari II : 260 Ig A,30 Ig g DAN 65 Ig M.
Hari III : 200 Ig A, 30 Ig G dan 58 Ig M.
Hari IV : 80 Ig A, 16 Ig G dan 30 Ig M.
Imunoglobulin terpenting dan terbanyak di dalam darah manusia adalah imunoglobulin G; kadar Ig A hanya 1/5 daripada kadar Ig G. Sebaliknya didalam ASI imunoglobulin A merupakan imunoglobulin yang terpenting, tidak saja karena konsentrasinya yang tinggi, juga karena aktivitas biologiknya. Dari kelas Ig A ini, Ig A yang paling dominan, 90 % daripada seluruh kadar imunoglobulin di dalam kolostrum maupun ASI matur. Dikatakan bahwa, kadar imunoglobulin di dalam payudara kiri dan payudara yang kanan adalah sama dan kadar ini juga konstan di dalam ASI, berarti kadar ini selalu sama baik pada permulaan laktat maupun pada akhir dan juga konstan tiap 24 jamnya.

HIV/AIDS

PENGERTIAN HIV / AIDS
HIV merupakan kependekan dari Human Imunodificiency Virus atau nama lainnya adalah Retrovirus. HIV dapat menyebar dari satu orang ke orang lainnya dengan cara yang spesifik dan menyebabkan system kekebalan tubuh kita menjadi lemah dan mudah terinfeksi oleh suatu penyakit. Bila anda terinfeksi HIV virus ini akan hidup di dalam tubuh anda kurang lebih selama sepuluh tahun atau lebih sebelum anda menunjukan suatu gejala. Selama waktu tersebut anda mungkin terlihat sehat, tetapi anda sebenarnya berpontesial menularakan virus tersebut kepada orang lain. Pada kenyataanya orang memiliki HIV bahkan tidak tahu mereka terinfeksi. Setelah seseorang terinfeksi HIV, dalam 5 tahun akan menunjukan gejala sebagai berikut:
a lebih dari 90% orang teinfeksi HIV akan mengalami imunodefisiensi ( jumlah maupun fungsi sel T menurun)
b 20 – 50% akan menjadi AIDS Related Compleks/ Illnes
c 10 – 30% dapat diduga menjadi kasus AIDS
AIDS adalah singkatan dari : Acquired immune deficiency Syndrom. AIDS adalah gejala penyakit yang disebabkan oleh HIV, yang mengakibatkan rusak dan menurunnya system kekebalan tubuh manusia sehingga tubuh akan mudah terinfeksi dan beresiko untuk menjadi keganasan.

PENYEBAB AIDS
AIDS disebabkan oleh suatu retrovirus yang kini disebut Human Immunodefiency Virus ( HIV). HIV sangat lemah dan mudah mati di luar tubuh manusia. Virus ini masuk melalui penularan ke pembuluh darah lalu ke kelenjar bening hingga merusak Limfosit T. sel limfosit T merupakan titk pusat system pertahanan tubuh yang secara fungsional berperan untuk :

a Mengenal Antigen
b Reaksi Hipersensitivitas tipe lambat
c Imunitas seluler untuk aktifitas sototoksik
Apabila vurus ini dapat menyerang dan menghancurkan sel T maka fungsi sel ini akan terganggu, dimana sebelumnya sel T akan menghancurkan kuman atau virus yang menyerang tubuh kini dengan hancurnya sel T maka system kekebalan tubuh tidak bisa lagi menyerang dan menghancurkan mikroorganime penghasil penyakit sehingga tubuh muda terinfeksi oleh suatu penyakit.

MEKANISME PENULARAN HIV / AIDS
Terdapat 4 cara yang telah di buktikan menjadi mekanisme penularan penyakit ini.
a. Perilaku hubungan seksual yang bebas atau sering berganti ganti pasangan sangat beresiko untuk tertular HIV. Penularan HIV dapat juga terjadi jika melakukan hubungan sexual yang tidak terlindung atau tanpa mengunakan kondom, melalui hubungan vagina, anal ataupun oral dengan seseorang yang terinfeksi. Bila seseorang melakukan hubungan seksual vagina anal ataupun oral, HIV dalam darah, semen atau cairan vagina dari orang terinfeksi dapat mengalir kedalam membran mukosa, dimana di bawah membran mukosa adalah pembuluh darah. Dari sana virus dapat mencapai aliran darah.
b. Anda dapat tertular HIV bila jarum suntik yang anda gunakan tidak steril seperti pengunaan jarum suntik bersama pada pecandu narkotika. Salah satu cara yang paling pasti untuk tertular HIV adalah dengan mengunakan jarum suntik yang mengandung virus. Setelah seseorang dengan HIV menggunakan jarum suntik , setes kecil darah terinfeksi tertinggal dalam jarum tersebut , ini cukup untuk menulakan HIV pada orang lain.
c. Anda dapat tertular HIV melalui transaksi darah dari seseorang yang terinfeksi. Tetapi resiko tertular HIV dari transaksi sekarang ini amat kecil karena semua darah yang di donorkan untuk transaksi darah telah diperiksa terhadap HIV.
d. Wanita Hamil pengidap HIV dapat menularkan virus pada anaknya sebelum atau sesudah lahir. Bila wanita hamil memiliki HIV dalam darahnya,kemungkinan bahwa wanita tesebut akan menularkannya kepada janinnya selama kehamilan atau selama kelahiran bayi tersebut.

GEJALA-GEJALA AIDS
AIDS adalah penyakit menular yang dengan cepat menyebar. Berikut gejala-gejala bila seseorang menderita AIDS :
a. Setelah masuknya HIV ke dalam tubuh, timbul gejala-gejala umum ringan seperti flu. Gejala-gejala tersebut hilang dengan sendirinya.
b. Sejak masuknya HIV ke dalam tubuh sampai munculnya gejala penyakit, waktunya bervariasi antara 6 bulan sampai 7 tahun. Rata-rata 21 bulan pada anak-anak dan 60 bulan pada orang dewasa.
c. Gejala non spesifik AIDS related compleks (ARC) yang berlangsung lebih dari 3 tahun :

1) Berat badan menurun lebih dari 10%.
2) Sering demam (lebih dari 38%C) disertai keringat malam tanpa sebab yang jelas.
3) Diare kronis tanpa yang jelas.
4) Rasa lelah yang berkepanjangan.
5) Hairy leukoplacia pada lidah.
6) Herpes zoster.
7) Kandidosis rongga mulut.
8) Pembesaran limfonoduli / pembesaran kelenjar limfe
d. Gejala-gejala AIDS yang lengkap adalah gejala-gejala ARC disertai satu atau dua penyakit oportunistik( infeksi yang tidak dapat terjadi pada orang normal) yaitu Pneumocystis carinii yang merupakan infeksi parasit pada paru-paru dan atau Sarcoma Kaposi, suatu jenis kanker yang tersebar pada kulit /mulut ( terdapat pada 80% dari penderita AIDS di Anerika).

TINDAKAN – TINDAKAN YANG BERESIKO MENULARKAN HIV / AIDS

a. Orang yang mempunyai banyak pasangan seksual dan tidak melakukan hubungan secara aman
b. Penerima tranfusi darah dari donor yang terinfeksi HIV
c. Bayi dari ibu yang pengidap HIV/AIDS
d. Pecandu narkoba suntik

TINDAKAN – TINDAKAN YANG TIDAK BERISIKO MENULARKAN HIV / AIDS
a. Hidup serumah dengan penderita AIDS
b. Kontak dengan alat makan dan minum penderita
c. AIDS tidak menular melalui toilet atau peralatan kamar kecil
d. Berpelukan atau berciuman kecuali bila ada luka pada mulut
e. Di gigit serangga.
f. Berenang dan hubungan social lainnya.

USAHA – USAHA UNTUK MENCEGAH PENYEBARAN HIV / AIDS
Ada beberapa cara untuk mencegah terjadinya penyebaran AIDS, antara lain:
a. Hindari hubungan seks di luar nikah. Usahakan hanya berhubungan dengan satu orang mitra seksual yang tidak berhubungan dengan orang lain.
b. Pergunakan kondom bagi kelompok resiko karena AIDS.
c. Mintalah jarum suntik yang baru pada dokter bila anda hendak disuntik
d. Ibu-ibu yang telah mengetahui dirinya terinfeksi HIV/AIDS hendaknya jangan hamil karena dapat menularkan penyakitnya pada janinnya
e. Mencegah kelompok resiko tinggi terkena AIDS menjadi donor darah
f. Tidak menggunakan jarum suntik secara bergantian terutama pada pengguna narkotika

ASUHAN KEPERAWATAN LUKA BAKAR

ASUHAN KEPERAWATAN LUKA BAKAR
( COMBUSTIO)


Luka bakar dapat dialami oleh siapa saja dan dapat terjadi dimana saja, baik dirumah, tempat kerja, bahkan dijalan atau ditempat – tempat lain. Luka bakar menjadi masalah oleh karena angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Kematian umumnya terjadi dalam waktu 7 hari pertama masa perawatan ( masalah jangka pendek ), sementara sisa kasus yang bertahan hidup menghadapi masalah tersendiri, antara lain lamanya masa perawatan antara 40 – 148 hari rawat dan penyulit yang timbul ( masalah jangka panjang ).
Penyebab luka bakar bermacam – macam, bisa berupa api, cairan panas, uap panas, bahan kimia, aliran listrik dan radiasi. Luka bakar yang terjadi akan menimbulkan kerusakan kulit yang dapat mempengaruhi berbagai system tubuh. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di Unit Luka Bakar RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo, Jakarta, selama tahun `98, ternyata inti permasalahan terletak pada kekurangan dalam penilaian dan penatalaksanaan pertama, khususnya tindakan resusitasi cairan pada fase syok yang akan sangat menentukan kondisi maupun tindakan selanjutnya ( Yefta Moenadjat, 2001 ).
Syok hipovolemik pada fase akut menyebabkan hipoksi jaringan yang berlanjut dengan kegagalan fungsi organ – organ penting, seperti ginjal, paru, otak, hepar, dan jantung. Kondisi hipoksi ini, menginduksi terjadinya proses respons inflamasi sistemik ( Systemic inflammatory response syndrome ) dan berakhir dengan kematian; yang selalu diduga sebagai sepsis.
20 tahun yang lalu, orang dewasa yang mengalami 50% luka bakar, mempunyai kesempatan untuk bertahan hidup kurang dari 50%. Pada saat ini, orang dewasa dengan luka bakar seluas 75%, mempunyai kesempatan untuk hidup 50% dan ini bukan hal yang luar biasa, jika pasien mendapatkan perawatan yang serius di unit perawatan khusus luka bakar ( Feller & Jones, 1987 dalam Christantie Effendi, 1999 ).

LUKA BAKAR
• Pengertian
Luka baker adalah kerusakan jaringan tubuh / cedera traumatic yang disebabkan kontak dengan sumber panas ( Api, cairan panas, bahan kimia, listrik dan radiasi ).
• Fase Luka Bakar
1. Fase Awal / Akut / Shock
Pada fase ini, terjadi gangguan saluran nafas karena adanya cedera inhalasi dan gangguan sirkulasi yang mengakibatkan gangguan keseimbangan sirkulasi cairan dan elektrolit akibat cedera termis yang bersifat sistemik.
2. Fase Setelah Shock Berakhir / Diatasi / Subakut
Luka terbuka akibat kerusakan jaringan ( kulit dan jaringan dibawahnya ) menimbulkan masalah, antara lain :
a)Proses inflamasi
Bakar (LB) lebih hebat disertai eksudasi dan “kebocoran” protein. Reaksi inflamasi local, kemudian berkembang menjadi reaksi sistemik dengan dilepasnya zat – zat yang berhubungan dengan proses imonologik, yaitu kompleks lipoprotein yang menginduksi respons inflamasi sistemik.
b)Infeksi yang dapat menimbulkan sepsis.
c)Proses penguapan cairan tubuh disertai panas / energi ( evaporative heat loss ) yang menyebabkan perubahan dan gangguan proses metabolisme.
3. Fase Lanjut
Berlangsung setelah terjadi penutupan luka sampai terjadi maturasi. Permasalahan yang terjadi adalah timbulnya penyulit dari LB berupa parut hipertropik, kontraktur dan deformitas lain yang terjadi karena kerapuhan jaringan atau organ – organ strukturil.

PERUBAHAN FISIOLOGIS PENUAAN

Sistem musculoskeletal
a.Jaringan penghubung (kolagen dan elastin). Kolagen sebagai protein pendukung utama pada kulit, tendon, tulang, kartilago, dan jaringan pengikat mengalami perbahan menjadi bentangan cross linking yang tidak teratur.perubahan pada kolagen itu merupakan penyebab turunnya fleksibilitas pada lansia sehingga menimbulkan dampak berupa nyeri, menurunnya kemampuan untuk meningkatkan kekuatan otot, kesulitan bergerak dari duduk ke berdiri, jongkok dan berjalan, dan hambatan dalam melakukan kegiatan sehari-hari.
b.Kartilago. Jaringan kartilago pada persendian menjadi lunak dan mengalami granulasi dan akhirnya permukaan sendi menjadi rata.perubahan tersebut sering terjadi pada sendi besar penumpu berat badan. Akibat perubahan itu sendi mengalami peradangan, kekakuan, nyeri, keterbatasan gerak, dan terganggunya aktifitas sehari-hari.
c.Tulang. Berkurangnya kepadatan tulang, setelah diobservasi, adalah bagian dari penuaan fisiologis. Trabekula longitudinal menjadi tipis dan trabekula transversal terabsorpsi kembali.dampak berkurangnya kepadatan akan mengakibatkan osteoporosis.
d.Otot. Perubahan struktur otot pada penuaan sangat bervariasi. Penurunan jumlah dan ukuran serabut otot, peningkatan jaringan penghubung, dan jaringan lemak pada otot mengakibatkan efek negative. Dampak perubahan morfologis otot adalah penurunan kekuatan, penurunan fleksibilitas, peningkatan waktu reaksi, danpenurunan fungsional otot.
e.Sendi.pada lansia, jaringan ikat sekitar sendi seperti tendon, ligament, dan fasia mengalami penurunan elastisitas. Beberapa kelainan akibat perubahan pada sendi yang banyak terjadi pada lansia antara lain osteoarthritis, arthritis rheumatoid, gout, psedogoud. Kelainan tersebut dapat menimbulkan gangguan berupa bengkak, nyeri, kekakuan sendi, keterbatasan luas gerak sendi, gangguan jalan, dan aktifitas keseharian lainnya.

Sistem saraf
Lansia mengalami penurunan koordinasi dan kemampuan dalam melakukan aktifitas sehari-hari. Penuaan menyebabkan penurunan persepsi sensorik dan respon motorik pada susunan saraf pusat dan penurunan reseptor proprioseptif. Perubahan tersebut mengakibatkan penurunan fungsi kognitif, koordinasi, keseimbangan, kekuatan otot, reflex, proprioseptif, perubahan postur, dan peningkatan waktu reaksi.
Sistem kardiovaskuler dan respirasi
a.System kardiovaskuler. Massa jantung bertambah, ventrikel kiri mengalami hipertropi, dan kemampuan peregangan jantung berkurang karena perubahan pada jaringan ikat dan penumpukan lipofusin.
b.System respirasi. Pada penuaan terjadi jaringan ikat oaru. Kapasitas total paru tetap, tetapi volume cadangan paru bertambah. Volume tidal bertambah untuk mengompensasi kenaikan ruang rugi paru. Udara yang mengalir ke paru kurang. Perubahan pada otot, kartilago, sendi toraks mengakibatkan gerakan pernafasan terganggu dan peregangan toraks berkurang.

Sistem indra
a.System penglihatan erat kaitannya dengan presbiopi. Lensa kehilangan elastisitas dan kaku. Otot penyangga lensa lemah dan kehilangan tonus. Ketajaman penglihatan dn daya akomodasi dari jarak jauh atau dekat berkurang.
b.Gangguan pendengaran pada lansia umumnya disebabkan koagulasi caiaran yang terjadi selama otitis media atau tumor seperti kolesteatoma. Hilangnya sel-sel rambut klokear, reseptor sensorik primer system pendengaran atau sel saraf koklear ganglion.
c.System pengecap. Penurunan kemampuan pengecapan,peningkatan nilai ambang untuk identifikasi benda.
d.System penghidu. Degenerasi sel sensorik mukosa hidung, penurunan sensivitas nilai ambang terhadap bau.
e.System peraba. Penurunan kecepatn hantaran saraf, penurunan respons terhadap stimulus taktil, penyimpangan persepsi nyeri,risiko terhadap bahaya termal yang berlebihan.

Sistem integument
a.Perubahan morfologi :
- Peningkatan pigmentasi.
- Atrofi epidermis, glandula sbasea, glandula sudorifera, dan folikel rambut.
- Degenerasi kolagen dan elastin.
- Peningkatan viskositas aliran darah.
- Mutasi somatic.
- Pengurangan jaringan subkutan.
- Pengurangan lemak.
b.Perubahan fungsional :
- Kulit mengelupas, tipis, kering, keriput, dan mudah pecah.
- Cenderung terjadi bercak senilis berwarna merah ungu.
- Atrofi kuku, perubahan warna rambut abu-abu / putih.

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENUAAN
Penuaan dapat terjadi secara fisiologis dan patologis. Bila seseorang mengalami penuaan fisiologis, diharapkan mereka tua dalam keadaan sehat. Penuaan itu sesuai dengan kronologis usia (penuaan primer), dipengaruhi oleh factor endogen, perubahan dimulai dari sel-jaringan-organ-sistem pada tubuh.bila penuaan banyak dipengaruhi oleh factor eksogen, yaitu lingkungan social budaya, gaya hidup disebut penuaan sekunder.

KAJIAN PSIKOSOSIAL LANSIA
Pada lansia terjadi penurunan kemampuan social dan finansialnya. Kelangsungan hidupnya akan menjadi tanggungan keluarga (anak-cucu) atau pemerintah (badan sosial). Dukungan social dan cara individu mengatasi masalah sangat berperan penting dalam proses munculnya penyakit. Dukungan social dan cara mengatasi masalah merupakan mediator dalam mengatasi penyakit yang berhubungan dengan stress. Dukungan social yang tinggi akan mempercepat pemecahan masalah yang dihadapi termasuk penyakit yang diderita.pelayanan di hospice lebih di fokuskan pada pengurangan rasa sakit dan bukan pada penyembuhan. Selain itu, juga di berikan persiapan untuk menghadapi kematian, baik kepada penderita ataupun keluarganya. Selain hospice, pendekatan system social lansia perlu digalakkan. Pendekatan itu lebih menitikberatkan interaksi antara individu dan system social yang luas, misalnya lansia tinggal bersama anak atau cucunya. Bagi yang kurang seimbang mentalnya, kesendirian yang dialami akan menimbulkan rasa terisolasi dan depresi yang dimanifestasikan dalam bentuk kecemasan, keluhan fisik tanpa kerusakan organis.

komunikasi terapeutik

1.Pengertian komunikasi terapeutik
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien. Pada dasarnya komunikasi terapeutik merupakan komunikasi professional yang mengarah pada tujuan yaitu penyembuhan pasien.
Komunikasi terapeuitik termasuk komunikasi interpersonal dengan titik tolak saling memberikan pengertian antar perawat dengan pasien. Persoalan mendasar dari komunikasi ini adanya saling kebutuhan antara perawat dan pasien, sehingga dapat dikategorikan ke dalam komunikasi pribadi diantara perawat dan pasien, perawat membantu dan pasien menerima bantuan.
2.Kegunaan
Fungsi komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan menganjurkan kerja sama antara perawat dan pasien melalui hubungan perawat dan pasien. Perawat berusaha mengungkap perasaan, mengidentifikasikan dan mengkaji masalah serta mengevaluasi tindakan yang dilakukan dalam perawatan.
Proses komunikasi yang baik dapat memberikan pengertian tingkah laku pasien dan membantu pasien untuk dalam rangka mengatasi persoalan yang dihadapi pada tahap perawatan. Sedangkan pada tahap preventif kegunaannya adalah mencegah adanya tindakan yang negatif terhadap pertahanan diri pasien.

3.Tujuan
Tujuan komunikasi terapeutik adalah
A.Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila pasien percaya pada hal yang diperlukan.
B.Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif dan mempertahankan kekuatan egonya.
C.Mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri.
Komunikasi terapeutik merupakan bentuk ketrampilan dasar untuk melakukan wawancara dan penyuluha. Dalam praktek keperawatan, wawancara digunakan untuk berbagai tujuan misalnya : pengkajian, member penyuluhan kesehatan dan perencanaan perawatan dan sebagai media terapeutik.

4. Perbedaan komunikasi terapeutik dengan komunikasi sosial
Komunikasi Terapeutik
a.Terjadi antara perawat dengan pasien atau anggota tim kesehatan lainnya.
b.Komunikasi ini umumnya lebih akrab karena mempunyai tujuan, berfokus kepada pasien yang membutuhkan bantuan.
c.Perawat swcara aktif mendengarkan dan member respon kepada pasien dengan cara menunjukan sikap maumenerima dan mau memahami sehingga dapat mendorong pasien untuk berbicara secara terbuka tentang dirinya. Selain itu membantu pasien untuk melihat dan memperhatiakan apa yang tidak disadari sebelumnya.
Komunikasi sosial
a.Terjadi setiap hari antar orang per orang baik dalam pergaulan maupun lingkungan kerja.
b.Komunikasi bersifat dangkal karena tidak mempunyai tujuan.
c.Lebih banyak terjadi dalam pekerjaan, aaaaaaaaaktivitas social dll.
d.Pembicara tidak mempunyai focus tertentu tetapi lebih mengarah kebersamaan dan rasa senang.
e.Dapat direncanakan tetapi dapat juga tidak direncanakan.

5.Unsur-unsur komunikasi terapeutik
Unsur-unsur dari komunikasi terapeutik adalah :
a.Sumber Proses komunikasi yaitu pengirim dan penerima pesan. Prakarsa berkomunikasi dilakukan oleh sumber ini dan sumber juga menerima pesan sebagai tolak ukur keberhasilan dalam mengirim.
b.Pesan pesan yang disampaekan dengan menggunakan penyedian baik yang berupa bahasa verbal maupun non verbal.
c.Penerima yaitu orang yang meneriam pengiriman pesan dan membalas pesan disampaikan oleh sumber, sehingga dapat diketahui mengerti tidaknya suatu pesan.
d.Lingkungan waktu komunikasi berlangsung, yang dalam hal ini meliputi saluran penyampaian dan penerimaan pesan serta lingkungan alamiah saat pesan disampaikan. Saluran penyampaian pesan melalui indra manusia yaitu: pendengaran, pengelihatan, pengecap, dan perabaan.

Pemeriksaan RAPIT-TEST COVID-19

Pemeriksaan RAPIT-TEST COVID-19 Mohon edukasi kepada masyarakat terkait pemeriksaan RAPID-TEST sebagai berikut : 1) Rapid-test bukan...