Sabtu, 31 Desember 2011

PERDARAHAN POST PARTUM PRIMER


PERDARAHAN POST PARTUM PRIMER
PERDARAHAN KALA IV

 
  1. PENGERTIAN
    Pendarahan pasca persalinan (post partum) adalah pendarahan pervaginam 500 ml atau lebih sesudah anak lahir. Perdarahan merupakan penyebab kematian nomor satu (40%-60%) kematian ibu melahirkan di Indonesia. Pendarahan pasca persalinan dapat disebabkan oleh atonia uteri, sisa plasenta, retensio plasenta, inversio uteri dan laserasi jalan lahir .
    Perdarahan postpartum adalah sebab penting kematian ibu ; ¼ dari kematian ibu yang disebabkan oleh perdarahan ( perdarahan postpartum, plasenta previa, solution plaentae, kehamilan ektopik, abortus dan ruptura uteri ) disebabkan oleh perdarahan postpartum. Perdarahan postpartum sangat mempengaruhi morbiditas nifas karena anemia mengurangkan daya tahan tubuh. Perdarahan postpartum diklasifikasikan menjadi 2, yaitu :
    1. Perdarahan Pasca Persalinan Dini (Early Postpartum Haemorrhage, atau Perdarahan Postpartum Primer, atau Perdarahan Pasca Persalinan Segera). Perdarahan pasca persalinan primer terjadi dalam 24 jam pertama. Penyebab utama perdarahan pasca persalinan primer adalah atonia uteri, retensio plasenta, sisa plasenta, robekan jalan lahir dan inversio uteri. Terbanyak dalam 2 jam pertama.
    2. Perdarahan masa nifas (PPH kasep atau Perdarahan Persalinan Sekunder atau Perdarahan Pasca Persalinan Lambat, atau Late PPH). Perdarahan pascapersalinan sekunder terjadi setelah 24 jam pertama. Perdarahan pasca persalinan sekunder sering diakibatkan oleh infeksi, penyusutan rahim yang tidak baik, atau sisa plasenta yang tertinggal.

 
  1. GEJALA KLINIS
    Gejala klinis berupa pendarahan pervaginam yang terus-menerus setelah bayi lahir. Kehilangan banyak darah tersebut menimbulkan tanda-tanda syok yaitu penderita pucat, tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil, ekstrimitas dingin, dan lain-lain. Penderita tanpa disadari dapat kehilangan banyak darah sebelum ia tampak pucat bila pendarahan tersebut sedikit dalam waktu yang lama.

 
  1. DIAGNOSIS PERDARAHAN PASCAPERSALINAN
    Diagnosis biasanya tidak sulit, terutama apabila timbul perdarahan banyak dalam waktu pendek. Tetapi bila perdarahan sedikit dalam jangka waktu lama, tanpa disadari pasien telah kehilangan banyak darah sebelum ia tampak pucat. Nadi serta pernafasan menjadi lebih cepat dan tekanan darah menurun. Seorang wanita hamil yang sehat dapat kehilangan darah sebanyak 10% dari volume total tanpa mengalami gejala-gejala klinik. Gejala-gejala baru tampak pada kehilangan darah 20%. Jika perdarahan berlangsung terus, dapat timbul syok. Diagnosis perdarahan pascapersalinan dipermudah apabila pada tiap-tiap persalinan setelah anak lahir secara rutin diukur pengeluaran darah dalam kala III dan satu jam sesudahnya. Apabila terjadi perdarahan pascapersalinan dan plasenta belum lahir, perlu diusahakan untuk melahirkan plasenta segera. Jika plasenta sudah lahir, perlu dibedakan antara perdarahan akibat atonia uteri atau perdarahan karena perlukaan jalan lahir.
    Pada perdarahan karena atonia uteri, uterus membesar dan lembek pada palpasi; sedangkan pada perdarahan karena perlukaan jalan lahir, uterus berkontraksi dengan baik. Dalam hal uterus berkontaraksi dengan baik, perlu diperiksa lebih lanjut tentang adanya dan dimana letaknya perlukaan jalan lahir. Pada persalinan di rumah sakit, dengan fasilitas yang baik untuk melakukan transfusi darah, seharusnya kematian akibat perdarahan pascapersalinan dapat dicegah. Tetapi kematian tidak data terlalu dihindarkan, terutama apabila penderita masuk rumah sakit dalam keadaan syok karena sudah kehilangan banyak darah. Karena persalinan di Indonesia sebagian besar terjadi di luar rumah sakit, perdarahan post partum merupakan sebab utama kematian dalam persalinan.

 
Diagnosis perdarahan pascapersalinan dilakukan dengan :
  1. Palpasi uterus: bagaimana kontraksi uterus dan tinggi fundus uteri
  2. Memeriksa plasenta dan ketuban apakah lengkap atau tidak.
  3. Lakukan eksplorasi cavum uteri untuk mencari:
    - Sisa plasenta atau selaput ketuban
    - Robekan rahim
    - Plasenta suksenturiata
4. Inspekulo: untuk melihat robekan pada serviks, vagina, dan varises yang pecah
5. Pemeriksaan Laboratorium periksa darah yaitu Hb, COT (Clot Observation Test), dll
Perdarahan pascapersalinan ada kalanya merupakan perdarahan yang hebat dan menakutkan hingga dalam waktu singkat ibu dapat jatuh kedalam keadaan syok. Atau dapat berupa perdarahan yang menetes perlahan-lahan tetapi terus menerus yang juga bahaya karena kita tidak menyangka akhirnya perdarahan berjumlah banyak, ibu menjadi lemas dan juga jatuh dalam presyok dan syok. Karena itu, adalah penting sekali pada setiap ibu yang bersalin dilakukan pengukuran kadar darah secara rutin, serta pengawasan tekanan darah, nadi, pernafasan ibu, dan periksa juga kontraksi uterus perdarahan selama 1 jam

 
  1. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERDARAHAN PASCAPERSALINAN

     
    1. Perdarahan pascapersalinan dan usia ibu
    Wanita yang melahirkan anak pada usia dibawah 20 tahun atau lebih dari 35 tahun merupakan faktor risiko terjadinya perdarahan pascapersalinan yang dapat mengakibatkan kematian maternal. Hal ini dikarenakan pada usia dibawah 20 tahun fungsi reproduksi seorang wanita belum berkembang dengan sempurna, sedangkan pada usia diatas 35 tahun fungsi reproduksi seorang wanita sudah mengalami penurunan dibandingkan fungsi reproduksi normal sehingga kemungkinan untuk terjadinya komplikasi pascapersalinan terutama perdarahan akan lebih besar.
    Perdarahan pascapersalinan yang mengakibatkan kematian maternal pada wanita hamil yang melahirkan pada usia dibawah 20 tahun 2-5 kali lebih tinggi daripada perdarahan pascapersalinan yang terjadi pada usia 20-29 tahun. Perdarahan pascapersalinan meningkat kembali setelah usia 30-35tahun.

     
  • Perdarahan pascapersalinan dan gravida
    Ibu-ibu yang dengan kehamilan lebih dari 1 kali atau yang termasuk multigravida mempunyai risiko lebih tinggi terhadap terjadinya perdarahan pascapersalinan dibandingkan dengan ibu-ibu yang termasuk golongan primigravida (hamil pertama kali). Hal ini dikarenakan pada multigravida, fungsi reproduksi mengalami penurunan sehingga kemungkinan terjadinya perdarahan pascapersalinan menjadi lebih besar.

     

     
3. Perdarahan pascapersalinan dan paritas
Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut perdarahan pascapersalinan yang dapat mengakibatkan kematian maternal. Paritas satu dan paritas tinggi (lebih dari tiga) mempunyai angka kejadian perdarahan pascapersalinan lebih tinggi. Pada paritas yang rendah (paritas satu), ketidaksiapan ibu dalam menghadapi persalinan yang pertama merupakan faktor penyebab ketidakmampuan ibu hamil dalam menangani komplikasi yang terjadi selama kehamilan, persalinan dan nifas.

 
4. Perdarahan pascapersalinan dan Antenatal Care
Tujuan umum antenatal care adalah menyiapkan seoptimal mungkin fisik dan mental ibu serta anak selama dalam kehamilan, persalinan dan nifas sehingga angka morbiditas dan mortalitas ibu serta anak dapat diturunkan. Pemeriksaan antenatal yang baik dan tersedianya fasilitas rujukan bagi kasus risiko tinggi terutama perdarahan yang selalu mungkin terjadi setelah persalinan yang mengakibatkan kematian maternal dapat diturunkan. Hal ini disebabkan karena dengan adanya antenatal care tanda-tanda dini perdarahan yang berlebihan dapat dideteksi dan ditanggulangi dengan cepat.

 
  1. Perdarahan pascapersalinan dan kadar hemoglobin
Anemia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan penurunan nilai hemoglobin dibawah nilai normal. Dikatakan anemia jika kadar hemoglobin kurang dari 8 gr%. Perdarahan pascapersalinan mengakibatkan hilangnya darah sebanyak 500 ml atau lebih, dan jika hal ini terus dibiarkan tanpa adanya penanganan yang tepat dan akurat akan mengakibatkan turunnya kadar hemoglobin dibawah nilai normal

 
  1. ETIOLOGI
Perdarahan pascapersalinan antara lain dapat disebabkan oleh:
  1. Atonia uteri merupakan kegagalan miometrium untuk berkontraksi setelah persalinan sehingga uterus dalam keadaan relaksasi penuh, melebar, lembek dan tidak mampu menjalankan fungsi oklusi pembuluh darah. Akibat dari atonia uteri ini adalah terjadinya pendarahan. Perdarahan pada atonia uteri ini berasal dari pembuluh darah yang terbuka pada bekas menempelnya plasenta yang lepas sebagian atau lepas keseluruhan. Miometrium terdiri dari tiga lapisan dan lapisan tengah merupakan bagian yang terpenting dalam hal kontraksi untuk menghentikan pendarahan pasca persalinan. Miometrum lapisan tengah tersusun sebagai anyaman dan ditembus oeh pembuluh darah. Masing-masing serabut mempunyai dua buah lengkungan sehingga tiap-tiap dua buah serabut kira-kira berbentuk angka delapan. Setelah partus, dengan adanya susunan otot seperti tersebut diatas, jika otot berkontraksi akan menjepit pembuluh darah. Ketidakmampuan miometrium untuk berkontraksi ini akan menyebabkan terjadinya pendarahan pasca persalinan.

     


 
Atonia uteri merupakan penyebab tersering dari pendarahan pasca persalinan. Sekitar 50-60% pendarahan pasca persalinan disebabkan oleh atonia uteri. Faktor-faktor predisposisi atonia uteri antara lain :
  1. Grandemultipara
  2. Uterus yang terlalu regang (hidramnion, hamil ganda, anak sangat besar (BB > 4000 gram)
  3. Kelainan uterus (uterus bicornis, mioma uteri, bekas operasi)
  4. Plasenta previa dan solutio plasenta (perdarahan antepartum)
  5. Partus lama (exhausted mother)
    - Partus precipitatus
    - Hipertensi dalam kehamilan (Gestosis)
    - Infeksi uterus
    - Anemi berat
6. Penggunaan oksitosin yang berlebihan dalam persalinan (induksi partus)
7.Riwayat PPH sebelumnya atau riwayat plasenta manual
8.Pimpinan kala III yang salah, dengan memijit-mijit dan mendorong-dorong uterus sebelum plasenta terlepas
DIAGNOSIS
    Diagnosis ditegakkan bila setelah bayi dan plasenta lahir ternyata perdarahan masih aktif dan banyak, bergumpal dan pada palpasi didapatkan fundus uteri setinggi pusat atau lebih dengan kontraksi yang lembek.

 
Penanganan atonia uteri yaitu :
1). Masase uterus + pemberian utero tonika (infus oksitosin 10 IU s/d 100 IU dalam 500 ml Dextrose 5%, 1 ampul Ergometrin I.V, yang dapat diulang 4 jam kemudian, suntikan prostaglandin.
2). Kompresi bimanuil
Jika tindakan poin satu tidak memberikan hasil yang diharapkan dalam waktu yang singkat, perlu dilakukan kompresi bimanual pada pada uterus. Tangan kiri penolong dimasukkan ke dalam vagina dan sambil membuat kepalan diletakkan pada forniks anterior vagina. Tangan kanan diletakkan pada perut penderita dengan memegang fundus uteri dengan telapak tangan dan dengan ibu jari di depan serta jari-jari lain dibelakang uterus. Sekarang korpus uteri terpegang dengan antara 2 tangan; tangan kanan melaksanakan massage pada uterus dan sekalian menekannya terhadap tangan kiri.

Gambar 1. Kompresi bimanual
3). Tampon utero-vaginal secara lege artis, tampon diangkat 24 jam kemudian.
Tindakan ini sekarang oleh banyak dokter tidak dilakukan lagi karena umumnya dengan dengan usaha-usaha tersebut di atas pendarahan yang disebabkan oleh atonia uteri sudah dapat diatasi. Lagi pula dikhawatirkan bahwa pemberian tamponade yang dilakukan dengan teknik yang tidak sempurna tidak menghindarkan pendarahan dalam uterus dibelakang tampon. Tekanan tampon pada dinding uterus menghalangi pengeluaran darah dari sinus-sinus yang terbuka; selain itu tekanan tersebut menimbulkan rangsangan pada miometrium untuk berkontraksi.

 
  1. Robekan jalan lahir
    Robekan jalan lahir merupakan penyebab kedua tersering dari perdarahan pascapersalinan. Robekan dapat terjadi bersamaan dengan atonia uteri. Perdarahan pascapersalinan dengan uterus yang berkontraksi baik biasanya disebabkan oleh robekan serviks atau vagina.

  1. Robekan serviks
    Persalinan selalu mengakibatkan robekan serviks, sehingga serviks seorang multipara berbeda dari yang belum pernah melahirkan pervaginam. Robekan serviks yang luas menimbulkan perdarahan dan dapat menjalar ke segmen bawah uterus. Apabila terjadi perdarahan yang tidak berhenti meskipun plasenta sudah lahir lengkap dan uterus sudah berkontraksi baik, perlu dipikirkan perlukaan jalan lahir, khususnya robekan serviks uteri. Setelah persalinan buatan atau kalau ada perdarahan walaupun kontraksi uterus baik dan darah yang keluar berwarna merah muda harus dilakukan pemeriksaan dengan speculum. Jika terdapat robekan yang berdarah atau robekan yang lebih besar dari 1 cm, maka robekan tersebut hendaknya dijahit. Untuk memudahkan penjahitan, baiknya fundus uteri ditekan ke bawah hingga cerviks dekat dengan vulva. Kemudian kedua bibir serviks dijepit dengan klem dan ditarik ke bawah. Dalam melakukan jahitan robekan serviks ini yang penting bukan jahitan lukanya tapi pengikatan dari cabang – cabang arteria uterine.

     
  2. Perlukaan vagina
    Perlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan luka perineum tidak sering dijumpai. Mungkin ditemukan setelah persalinan biasa, tetapi lebih sering terjadi sebagai akibat ekstraksi dengan cunam, terlebih apabila kepala janin harus diputar. Robekan terdapat pada dinding lateral dan baru terlihat pada pemeriksaan spekulum.

 
Kolpaporeksis
Kolpaporeksis adalah robekan melintang atau miring pada bagian atas vagina. Hal ini terjadi apabila pada persalinan yang disproporsi sefalopelvik terjadi regangan segmen bawah uterus dengan servik uteri tidak terjepit antara kepala janin dengan tulang panggul, sehingga tarikan ke atas langsung ditampung oleh vagina, jika tarikan ini melampaui kekuatan jaringan, terjadi robekan vagina pada batas antara bagian teratas dengan bagian yang lebih bawah dan yang terfiksasi pada jaringan sekitarnya. Kolpaporeksis juga bisa timbul apabila pada tindakan pervaginam dengan memasukkan tangan penolong ke dalam uterus terjadi kesalahan, dimana fundus uteri tidak ditahan oleh tangan luar untuk mencegah uterus naik ke atas.

 
Fistula
Fistula akibat pembedahan vaginal makin lama makin jarang karena tindakan vaginal yang sulit untuk melahirkan anak banyak diganti dengan seksio sesarea. Fistula dapat terjadi mendadak karena perlukaan pada vagina yang menembus kandung kemih atau rektum, misalnya oleh perforator atau alat untuk dekapitasi, atau karena robekan serviks menjalar ke tempat-tempat tersebut. Jika kandung kemih luka, urin segera keluar melalui vagina. Fistula dapat berupa fistula vesikovaginalis atau rektovaginalis.

 
  1. Robekan perineum
    Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan perineum umumnya terjadi di garis tengan dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil daripada biasa, kepala janin melewati pintu panggul bawah dengan ukuran yang lebih besar daripada sirkumferensia suboksipito bregmatika. Perdarahan pada traktus genetalia sebaiknya dicurigai, ketika terjadi perdarahan yang berlangsung lama yang menyertai kontraksi uterus yang kuat. Tingkatan robekan pada perineum:
  • Tingkat 1: hanya kulit perineum dan mukosa vagina yang robek
  • Tingkat 2: dinding belakang vagina dan jaringan ikat yang menghubungkan otot-otot diafragma urogenitalis pada garis tengah terluka.
  • Tingkat 3: robekan total m. Spintcher ani externus dan kadang-kadang dinding depan rektum.
Pada persalinan yang sulit, dapat pula terjadi kerusakan dan peregangan m. puborectalis kanan dan kiri serta hubungannya di garis tengah. Kejadian ini melemahkan diafragma pelvis dan menimbulkan predisposisi untuk terjadinya prolapsus uteri
PENATALAKSANAAN :
  1. Lakukan eksplorasi untuk mengidentifikasi lokasi laserasi dan
    sumber perdarahan.
  2. Lakukan irigasi pada tempat luka dan bubuhi larutan antiseptik
  3. Jepit dengan ujung klem sumber perdarahan kemudian ikat dengan benang yang dapat diserap
  4. Lakukan penjahitan luka mulai dari bagian yang paling distal terhadap operator.
  5. Khusus pada rutura perineum komplit ( hingga anus dan sebagian rektum) dilakuakan penjahitan lapis demi lapis dengan bantua busi pada rektum, sebagai berikut:
  • Setelah prosedur aseptik-antiseptik, pasang busi rektum hingga ujung robekan.
  • Mulai penjahitan dari ujung robekan dengan jahitan dan simpul submukosa menggunakan benang poliglikolik no.2/0(dexon/vicryl) hingga ke spingter ani. Jepit kedua spingter ani dengan klem dan jahit dengan benang no 2/0.
  • Lanjutkan penjahitan ke lapisan otot perineum dan sub mukosa dengan benang yang sama (atau kromik 2/0) secara jelujur.Mukosa vagina dan kulit perineum dijahit secara sub mukosa dan sub kutikuler. Berikan antibiotika profilaksis (ampisilin 2g dan metronidazol 1g per oral). Terapi penuh antibiotika hanya diberikan apabila luka tampak kotor atau dibubuhi ramuan tradisional atau terdapat tanda-tanda infeksi yang jelas.

 
Perbedaan perdarahan pasca persalinan karena atonia uteri dan robekan jalan lahir adalah :

 
Atonia Uteri 
Robekan jalan lahir 
  1. Kontraksi uterus lembek, lemah dan membesar ( fundus uteri masih tinggi)
  2. Perdarahan terjadi beberapa menit setelah anak lahir
  3. Bila kontraksi lemah, setelah masase atau pemberian uterotonika, kontraksi yang lemah tersebut menjadi kuat.
  1. Kontraksi uterus kuat, keras dan mengecil.
  2. Perdarahan terjadi langsung setelah anak lahir.

     
  3. Setelah dilakukan masase atau pemberian uterootonika langsung uterus mengeras tapi perdarahan tidak berkurang.

 
  1. Retensio plasenta
    Keadaan dimana plasenta belum lahir dalam waktu 30 menit setelah bayi lahir. Faktor-faktor yang mempengaruhi pelepasan plasenta:
    1. Kelainan dari uterus sendiri, yaitu anomali dari uterus atau serviks; kelemahan dan tidak efektifnya kontraksi uterus; kontraksi yang tetanik dari uterus; serta pembentukan constriction ring.
    2. Kelainan dari placenta dan sifat perlekatan placenta pada uterus.
    3. Kesalahan manajemen kala tiga persalinan, seperti manipulasi dari uterus yang tidak perlu sebelum terjadinya pelepasan dari plasenta menyebabkan kontraksi yang tidak ritmik; pemberian uterotonik yang tidak tepat waktu dapat menyebabkan serviks kontraksi dan menahan plasenta; serta pemberian anestesi terutama yang melemahkan kontraksi uterus.

     
    Penyebab retensio plasenta :
    1. Plasenta belum terlepas dari dinding rahim karena melekat dan tumbuh lebih dalam. Menurut tingkat perlekatannya :
      1. Plasenta adhesive : plasenta yang melekat pada desidua endometrium lebih dalam.
      2. Plasenta inkerta : vili khorialis tumbuh lebih dalam dan menembus desidua endometrium sampai ke miometrium.
      3. Plasenta akreta : vili khorialis tumbuh menembus miometrium sampai ke serosa.
      4. Plasenta perkreta : vili khorialis tumbuh menembuus serosa atau peritoneum dinding rahim.
    2. Plasenta sudah lepas dari dinding rahim namun belum keluar karena atoni uteri atau adanya lingkaran konstriksi pada bagian bawah rahim ( akibat kesalahan penanganan kala III ) yang akan menghalangi plasenta keluar ( plasenta inkarserata)

       
      Diagnosis retensio plasenta

       
      1. Tanya dan dengar :
        1. Kapan melahirkan ?
        2. Kapan mulai mengalami perdarahan?
        3. Berapa banyak perdarahan?
        4. Apakah plasenta sudah dilahirkan?
        5. Apakah ibu sudah diberi obat?
      2. Lihat dan Raba (Lihat tanda-tanda syok)
        1. Tekanan darah turun
        2. Kulit dingin dan lembab
        3. Denyut nadi lemah dan cepat
    Segera setelah terlihat perdarahan:
  1. Raba uterus untuk memastikan uterus keras dan berkontraksi
  2. Lihat jalan lahir, apakah servik dan vagina robek?
  3. Lihat plasenta (bila sudah lahir) secara teliti untuk memastikan bahwa tidak ada bagian yang tertinggal
Penanganan Retensio Plasenta dengan plasenta manual
  1. Sebaiknya pelepasan plasenta manual dilakukan dalam narkosis, karena relaksasi otot memudahkan pelaksanaannya tertutama bila retensi telah lama, sebaiknya juga dipasang infus NaCl 0,9% sebelu tindakkan dilakukan. Setelah disinfektan tangan dan vulva termasuk daerah seputarnynya, labia dibeberkan dengan tangan kiri sedangkan tangan kanan dimasukkan secara obstetrik ke dalam vagina.
  2. Sekarang tangan kiri menahan fundus untuk mencegah kolporeksis. Tangan kanan dengan posisi obstetrik menuju ostium uteri dan terus ke lokasi plasenta, tangan dalam ini menyusuri tali pusat agar tidak terjadi salah jalan.
  3. Supaya tali pusat mudah diraba, dapat diregangkan oleh asisten. Setelah tangan dalam sampai ke plasenta, maka tangan tersebut dipindahkan ke pinggir plasenta dan mencari bagian plasenta yang sudah lepas untuk menentukan bidang pelepasan yang tepat. Kemudian dengan sisi tangan kanan sebelah kelingking ( ulner ), plasenta dilepaskan pada bidang antara bagian plasenta yang sudah terlepas dan dinding rahim dengan gerakan yang sejajar dengan dinding rahim. Setelah seluruh plasenta terlepas, plasenta dipegang dan dengan perlahan-lahan ditarik keluar.
  4. Kesulitan yang mungkin dijumpai pada waktu pelepasan plasenta secara manual adalah adanya lingkaran kontriksi yang hanya dapat dilalui dengan dilatasi oleh tangan dalam secara perlahan-lahan dan dalam nakrosis yang dalam. Lokasi plasenta pada dinding depan rahim juga sedikit lebih sukar dilepaskan daripada lokasi di dinding belakang. Ada kalanya plasenta tidak dapat dilepaskan secara manual seperti halnya pada plasenta akreta, dalam hal ini tindakan dihentikan.
        
        Setelah plasenta dilahirkan dan diperiksa bahwa plasenta lengkap, segera lakukan kompresi bimanual uterus dan dapat disuntikkan Ergometrin 0.2 mg IM atau IV sampai kontraksi uterus baik. Pada kasus retensio plasenta, resiko atonia uteri tinggi, oleh karena itu harus dilakukan tindakan pencegahan perdarahan postpartum.

 
4. Inversio Uteri
Inversio uteri adalah keadaan dimana fundus uteri terbalik sebagian atau seluruhnya masuk ke dalam kavum uteri. Uterus dikatakan mengalami inverse jika bagian dalam menjadi diluar saat melahirkan plasenta. Reposisi sebaiknya segera dilakukan dengan berjalannya waktu, lingkaran konstriksi sekitar uterus yang terinversi akan mengecil dan uterus akan terisi darah. Inversio uteri dapat menyebabkan pendarahan pasca persalinan segera, akan tetapi kasus inversio uteri ini jarang sekali ditemukan. Pada inversio uteri bagian atas uterus memasuki kavum uteri, sehingga fundus uteri sebelah dalam menonjol ke dalam kavum uteri. Inversio uteri terjadi tiba-tiba dalam kala III atau segera setelah plasenta keluar.
Inversio uteri bisa terjadi spontan atau sebagai akibat tindakan. Pada wanita dengan atonia uteri kenaikan tekanan intraabdominal dengan mendadak karena batuk atau meneran, dapat menyebabkan masuknya fundus ke dalam kavum uteri yang merupakan permulaan inversio uteri. Tindakan yang dapat menyebabkan inversio uteri adalah perasat Crede pada korpus uteri yang tidak berkontraksi baik dan tarikan pada tali pusat dengan plasenta yang belum lepas dari dinding uterus.
Pada penderita dengan syok, perdarahan, dan fundus uteri tidak ditemukan pada tempat yang lazim pada kala III atau setelah persalinan selesai, pemeriksaan dalam dapat menunjukkan tumor yang lnak di atas serviks atau dalam vagina sehingga diagnosis inversio uteri dapat dibuat. Pada mioma uteri submukosum yang lahir dalam vagina terdapat pula tumor yang serupa, akan tetapi fundus uteri ditemukan dalam bentuk dan pada tempat biasa, sedang konsistensi mioma lebih keras daripada korpus uteri setelah persalinan. Selanjutnya jarang sekali mioma submukosum ditemukan pada persalinan cukup bulan atau hampir cukup bulan.
Walaupun inversio uteri kadang-kadang bisa terjadi tanpa gejala dengan penderita tetap dalam keadaan baik, namun umumnya kelainan tersebut menyebabkan keadaan gawat dengan angka kematian tinggi (15-70%). Reposisi secepat mungkin memberi harapan yang terbaik untuk keselamatan penderita.

 
Pembagian inversion uteri :
  1. Inversio uteri ringan : fundus uteri terbalik menonjol ke dalam kavumuteri namun belum keluar dari ruang rongga rahim.
  2. Inversio uteri sedang : terbalik dan sudah masuk ke dalam vagina.
  3. Inversio uteri berat : uterus dan vagina semuanya terbalik dan sebagian sudah keluar vagina.

Penyebab inversion uteri ;
  1. grande multipara
  2. atoni uteri
  3. kelemahan alat kandungan
  4. tekanan intra abdominal yang tinggi ( mengejan dan batuk ).
Faktor – faktor yang memudahkan terjadinya inversion uteri :
  1. Uterus yang lembek, lemah, tipis dindingnya.
  2. Tarikan tali pusat yang berlebihan.

Gejala klinis inversion uteri :
  1. Dijumpai pada kala III atau postpartum dengan gejala nyeri yang hebat, perdarahan yang banyak sampai syok. Apalagi bila plasenta masih melekat dan sebagian sudah ada yang terlepas dan dapat terjadi stranguasi dan nekrosis.
  2. Pemeriksaan dalam :
    1. Bila masih inkomplit aka pada daerah simfisis uterus teraba fundus uteri cekung ke dalam.
    2. Bila komplit, diatas simfisis uterus teraba kosong dan dalam vagina teraba tumor lunak.
    3. Kavum uteri sudah tidak ada.
Diagnosis dan gejala klinis inversio uteri :

  1. Dijumpai pada kala III atau post partum dengan gejala nyeri yang hebat,
    perdarahan yang banyak sampai syok. Apalagi bila plasenta masih melekat dan
    sebagian sudah ada yang terlepas dan dapat terjadi strangulasi dan nekrosis.
  2. Pemeriksaan dalam :
    – Bila masih inkomplit maka pada daerah simfisis uterus teraba fundus uteri
    cekung ke dalam.
    – Bila komplit, di atas simfisis uterus teraba kosong dan dalam vagina teraba
    tumor lunak.
    – Kavum uteri sudah tidak ada (terbalik).
Penanganan inversio uteri :
  1. Pencegahan : hati-hati dalam memimpin persalinan, jangan terlalu mendorong
    rahim atau melakukan perasat Crede berulang-ulang dan hati-hatilah dalam
    menarik tali pusat serta melakukan pengeluaran plasenta dengan tajam.
  2. Bila telah terjadi maka terapinya :
    – Bila ada perdarahan atau syok, berikan infus dan transfusi darah serta perbaiki
    keadaan umum.
    – Segera itu segera lakukan reposisi kalau perlu dalam narkosa.
    – Bila tidak berhasil maka lakukan tindakan operatif secara per abdominal
    (operasi Haultein) atau per vaginam (operasi menurut Spinelli).
    – Di luar rumah sakit dapat dibantu dengan melakukan reposisi ringan yaitu
    dengan tamponade vaginal lalu berikan antibiotik untuk mencegah infeksi.
  1. PENANGANAN PERDARAHAN PASCAPERSALINAN
    Penanganan perdarahan pasca persalinan pada prinsipnya adalah hentikan perdarahan, cegah/atasi syok, ganti darah yang hilang dengan diberi infus cairan (larutan garam fisiologis, plasma ekspander, Dextran-L, dan sebagainya), transfusi darah, kalau perlu oksigen. Walaupun demikian, terapi terbaik adalah pencegahan. Mencegah atau sekurang-kurangnya bersiap siaga pada kasus kasus yang disangka akan terjadi perdarahan adalah penting. Tindakan pencegahan tidak saja dilakukan sewaktu bersalin, namun sudah dimulai sejak ibu hamil dengan melakukan "antenatal care" yang baik. Ibu-ibu yang mempunyai predisposisi atau riwayat perdarahan post partum sangat dianjurkan untuk bersalin di rumah sakit. Di rumah sakit, diperiksa kadar fisik, keadaan umum, kadar Hb, golongan darah, dan bila mungkin tersedia donor darah. Sambil mengawasi persalianan, dipersiapkan keperluan untuk infus dan obat-obatan penguat rahim.
    Anemia dalam kehamilan, harus diobati karena perdarahan dalam batas batas normal dapat membahayakan penderita yang sudah menderita anemia. Apabila sebelumnya penderita sudah pernah mengalami perdarahan post partum, persalinan harus berlangsung di rumah sakit. Kadar fibrinogen perlu diperiksa pada perdarahan banyak, kematian janin dalam uterus, dan solutio plasenta.
    Dalam kala III, uterus jangan dipijat dan didorong kebawah sebelum plasenta lepas dari dindingnya. Penggunaan oksitosin sangat penting untuk mencegah perdarahan pascapersalinan. Sepuluh satuan oksitosin diberikan intramuskular segera setelah anak lahir untuk mempercepat pelepasan plasenta. Sesudah plasenta lahir, hendaknya diberikan 0,2 mg ergometrin, intramuskular. Kadang-kadang pemberian ergometrin setelah bahu depan bayi lahir pada presentasi kepala menyebabkan plasenta terlepas segera setelah bayi seluruhnya lahir; dengan tekanan pada fundus uteri, plasenta dapat dikeluarkan dengan segera tanpa banyak perdarahan. Namun salah satu kerugian dari pemberian ergometrin setelah bahu bayi lahir adalah terjadinya jepitan (trapping) terhadap bayi kedua pada persalinan gameli yang tidak diketahui sebelumnya. Pada perdarahan yang timbul setelah anak lahir, ada dua hal yang harus segera dilakukan, yaitu menghentikan perdarahan secepat mungkin dan mengatasi akibat perdarahan. Tetapi apabila plasenta sudah lahir, perlu ditentukan apakah disini dihadapi perdarahan karena atonia uteri atau karena perlukaan jalan lahir. Pada perdarahan yang disebabkan oleh atonia uteri, dengan segera dilakukan massage uterus dan suntikan 0,2 mg ergometrin intravena.

     
CONTOH KASUS

  1. DATA SUBYEKTIF
    Ibu "TP" umur 26 tahun bersalin pada pukul 10.00 wita. 2 jam setelah plasenta lahir, ibu mengeluh pusing dan mengantuk.
  2. DATA OBYEKTIF
    Keadaan umum lemah, kesadaran ibu samnolen, tekanan darah 90/60 mmHg, nadi 100 x/menit, respirasi 30 x/menit dan suhu 360 C.
    Ibu tampak pucat, ekstremitas teraba dingin serta warna kuku tampak pucat, TFU 1 jari diatas pusat, tidak ada kontraksi, kandung kemih kosong, dan pengeluaran darah dari vagina ± 600 cc.

     
  3. ASSESMENT
  4. P3003 P Spt B 2 jam post partum dengan atonia uteri
  5. Resiko terjadi syok hemoragik
  6. PERENCANAAN
    1. Informasikan   hasil   pemeriksaan   bahwa ibu   mengalami atonia uteri atau uterus tidak dapat berkontraksi dengan baik
    2. Pastikan kembali kandung kemih dalam keadaan kosong, sehingga memudahkan uterus berkontraksi
    3. Lakukan masase uterus
    4. Lakukan penatalaksanaan atonia uteri
    5. Evaluasi atau bersihkan bekuan darah atau selaput ketuban
    6. Lakukan kompresi bimanual interna atau KBI
      1. Bila uterus berkontraksi, pertahankan KBI selama 1-2 menit, keluarkan tangansecara hati-hati dan lakukan pengawasan kala IV.
      2. Bila uterus tidak berkontraksi, lakukan kompresi bimanual eksterna atau KBE yang dilakukan oleh asisten atau keluarga, kemudian keluarkan tangan (KBI) secara hati-hati dan suntikkan methyl ergometrin 0,2 mg i.m. pasang infuse RL + 20 IU oksitosin (grojog), lakukan lagi KBI.
    7. Bila uterus berkontraksi, lakukan pengawasan kala IV.
    8. Bila uterus tidak berkontraksi, lakukan rujukan sambil melakukan KBE.

       
DAFTAR PUSTAKA

 
Bobak.2004.Keperawatan Maternitas.Jakarta:EGC
www.ummukautsar.wordpress.com//KALA-IV-persalinan
www.hafifahparwaningtyas.wordpress.com//masalah-pada-persalinan-kala-iv

 

KEHAMILAN DENGAN GANGGUAN KEJIWAAN

KEHAMILAN DENGAN GANGGUAN KEJIWAAN


 

  1. ASPEK PSIKOLOGIK PADA KEHAMILAN

    Perempuan dewasa, pada saat memasuki masa pubertas akan mengalami perubahan-perubahan fisik dan psikis yang dapat berkembang baik secara fisiologik maupun patoligik. Pada masa hamil, perubahan-perubahan ini juga dirasakan sebagai beban sesuai dengan pertumbuhan kehamilan dan puncaknya akan terjadi pada saat persalinan.

    Perubahan psikologik pada perempuan dewasa dapat digolongkan dalam empat kelompok, sesuai dengan urutan perubahan fungsi kodrati sebagai perempuan yang berbentuk:

    1. Persiapan menanti kehamilan
    2. Perubahan psikologik selama kehamilan
    3. Perubahan psikologik di waktu persalinan
    4. Perubahan psikologik selama masa nifas.

Pada masa persiapan kehamilan perempuan dapat dihantui oleh beberapa hal, misalnya khawatir untuk bisa atau tidak hamil, apakan keadaan alat reproduksi baik atau tidak, dan apakah keadaan spermatozoa suami cukup baik sehingga dapat membuahi ovum yang diproduksi perempuan.

Pada masa kehamilan perempuan dapat dihantui beberapa pertanyaan yang dapat menimbulkan perubahan psikologik perempuan antara lain pertumbuhan janinku baikkah, terjadi cacat bawaan atau tidak, bila minum obat tertentu apakah berpengaruh atau tidak, kehamilan ini kembar atau tidak.

Dengan melihat hal tersebut diatas maka perempuan dewasa harus dipersiapkan psikisnya agar dapat menghadapi dan menjalani kehamilan dengan baik.

  1. KEHAMILAN SEBAGAI TRANSISI PERKEMBANGAN

Kehamilan sama halnya dengan menarche dan menopause, adalah tahap utama perkembangan kehidupan seorang perempuan. Kehamilan dapat membawa kegembiraan dan sebaliknya merupakan peristiwa penuh tekanan dan tantangan, khususnya pada kehamilan yang pertama. Banyak konflik yang akan timbul seperti adanya tanggung jawab sebagai ibu, kebutuhan akan karier, atau tugas sebagai istri dan ibu. Respons perempuan terhadap kehamilannya berhubungan dengan 5 variabel berikut:

  1. Riwayat kehidupan keluarga
  2. Kepribadian
  3. Situasi kehidupan saat itu
  4. Pengalaman kehamilan sebelumnya
  5. Keadaan dan pengalaman kehamilan sekarang

Perkembangan psikologis selama kehamilan bervariasi menurut tahap kehamilan. Saat trimester pertama hal utama yang terjadi adalah usaha menggabungkan janin, yang merupakan kesatuan dari dirinya dan pasangan. Pada trimester kedua, dengan mengenali gerakan janin, ibu akan menyadari bahwa janin adalah individu yang berdiri sendiri, yang menpunyai kebutuhan sendiri yang sementara tinggal di dalam tubuhnya. Pada trimester ketiga perempuan tersebut akan mendapati dirinya sebagai calon ibu dan mulai menyiapkan dirinya untuk hidup bersama bayinya dan membangun hubungan dengan bayinya.

Perubahan psikis yang terjadi selama kehamilan sangat menentukan. Hal ini dapat mengubah prilaku saat dan sesudah persalinan. O'Hara dan kawan-kawannya menyatakan bahwa ibu hamil dengan latar belakang kelainan psikologik akan memerlukan perhatian khusus untuk meringankan beban psikologik yang diderita.

  1. GANGGUAN PSIKIATRIK DALAM KEHAMILAN.

    Kehamilan adalah periode penuh stress secara emosional, yang dimanifestasikan dengan adanya emosi yang labil dan mudah tersinggung. Ini merupakaan dasar terjadi kelainan psikologik pada saat masa kehamilan. Pada saat perawatan antenatal, perlu digali faktor-faktor atau data fokus yang menjadi faktor predisposisi terjadinya gangguan psikologik yang meliputi:

    1. Riwayat pasien dan keluarga dengan gangguan psikiatri
  • Gaya kehidupan yang menyendiri
  • Riwayat pelecehan seksual, fisik/ emosional, dan drug abuse.
  1. Problem psikologik yang pernah dialami
  • Masalah dengan keluarga saat perkawinan
  • Kematian anggota keluarga atau teman dekat saat kehamilan.
  • Konflik tentang pengasuhan anak.
  1. Riwayat reproduksi kurang baik
  • Riwayat kesulitan dengan kehamilan, persalinan, atau depresi pascapersalinan
  • Riwayat kematian janin intrauterin atau kematian segera setelah lahir.
  • Riwayat persalinan dengan kelainan kongenital.
  • Riwayat abortus berulang
  • Riwayat pseudosiesis atau hiperemesis.

Keadaan tersebut diatas harus dipelajari dengan baik dan ibu hamil disiapkan untuk meningkatkan rasa percaya diri agar siap menghadapi proses kehamilan.

  1. DEPRESI PADA KEHAMILAN

    Istilah depresi adalah istilah yang menyangkut mood, gejala atau sindroma. Mood atau feeling blue adalah perasaan seseorang yang berkaitan dengan perasaan sedih atau frustasi. Sindroma adalah sekumpulan gejala yang berhubungan dengan perubahan mood. Depresi dapat menyebabkan perubahan nafsu makan dan berat badan, menyebabkan gangguan tidur, menghambat perawatan diri, gagal mengikuti pedoman prenatal dan bunuh diri.

    Faktor predisposisi yang biasanya menyebabkan depresi adalah depresi sebelumnya, kurang dukungan sosial, peristiwa hidup yang menyebabkan stres, pernah melakukan percobaan bunuh diri atau riwayat percobaan bunuh diri dalam keluarga, penyakit medis atau obat – obatan, dan gangguan tidur.

    Dalam penegakan diagnosis,lima atau lebih gejala berikut, termasuk satu dari dua gejala pertama harus terlihat selama sekurang – kurangnya 2 minggu agar diagnosis depresi bisa ditegakkan yakni depresi alam perasaan sepanjang hari hampir setiap hari, susah tidur atau tidur berlebih, peningkatan atau penurunan berat badan, penurunan nafsu makan, keletihan, perasaan tidak berharga atau bersalah, agitasi psikomotor atau retardasi, ketidakmampuan berkonsentrasi atau membuat keputusan, minat dan kesenangan dalam melakukan aktivitas menurun drastis sepanjang hari hampir setiap hari atau sering terlintas pikiran tentang kematian dan/atau bunuh diri.

    Permasalahan yang berkaitan dengan kondisi kejiwaan termasuk depresi, selain berdampak pada diri sendiri bisa berimplikasi atau berpengaruh tidak baik terhadap kondisi kesehatan janin yang ada di dalam kandungan. perubahan fisik dan hormonal yang terjadi selama masa kehamilan sangat berpengaruh terhadap kondisi wanita yang sedang hamil. Depresi yang tidak ditangani akan memiliki dampak yang buruk bagi ibu dan bayi yang dikandungnya. Ada 2 hal penting yang mungkin berdampak pada bayi yang dikandungnya, yaitu timbulnya gangguan pada janin yang masih di dalam kandungan dan munculnya gangguan kesehatan pada mental si anak nantinya.

    Depresi yang dialami, jika tidak disadari dan ditangani dengan sebaik – baiknya akan mengalihkan perilaku ibu kepada hal – hal yang negatif seperti minum-minuman keras, merokok dan tidak jarang sampai mencoba untuk bunuh diri. Hal inilah yang akan memicu terjadinya kelahiran prematur, bayi lahir dengan berat badan yang rendah, abortus dan gangguan perkembangan janin.

    Kelahiran bayi prematur juga akan menjauhkan dekapan seorang ibu terhadap bayi yang dilahirkan , karena si bayi akan ditempatkan di inkubator tersendiri. Apalagi jika sudah mengalami depresi dengan keinginan bunuh diri, bisa saja membuat langsung janinnya meninggal. Ibu yang mengalami depresi ini tidak akan mempunyai keinginan untuk memikirkan perkembangan kandungannya dan bahkan kesehatannya sendiri.


     

  2. PSIKOSA PADA KEHAMILAN

    Psikosa adalah tingkah laku secara keseluruhan dalam kepribadiannya berpengaruh tidak ada kontak dengan realitas, pada umumnya gejalanya tidak mampu melakukan partisipasi sosial. Sering ada gangguan bicara, kehilangan orientasi terhadap lingkungan. Aspek sosialnya membahayakan orang lain dan diri sendiri perlu perawatan rumah sakit. Ada lima sindroma klasik yang menyertai sebagian besar pola psikosa yakni :

    1. Perasan sedih, bersalah dan tidak mampu yang mendalam
    2. Keadaan terangsang yang tidak menentu dan tidak terorganisasi, disertai pembicaraan dan motorilk yang berlebihan
    3. Regresi ke otisme manerisme pembicaran dan perilaku, isi pikiran yanng berlawanan, acuh tak acuh terhadap harapan sosial.
    4. Preokupasi yang berwaham, disertai kecurigaan, kecendrungan membela diri atau rasa kebesaran
    5. Keadaan bingung dan delirium dengan disorientasi dan halusinasi.


 

Psikosa umumnya terbagi dalam dua golongan besar yaitu:

  1. Psikosa fungsional

    Merupakan gangguan yang disebakan karena terganggunya fungsi sistem transmisi sinyal pengahantar saraf ( neurotransmitter ). Factor penyebabnya terletak pada aspek kejiwaan, disebabkan karena sesuatu yang berhubungan dengan bakat keturunan, bisa juga disebabkan oleh perkembangan atau penglaman yang terjadi selama sejarah kehidupan seseorang.

  2. Psikosa organik

    Merupakan gangguan jiwa yang disebabkan karena ada kelainan atau gangguan pada aspek tubuh, misalnya ada tumor atau infeksi pada otak, keracunan ( intoksikasi ) NAPZA.


     

Adapun jenis-jenis psikosa yaitu terdiri atas :

  1. Skizofrenia
    Skizofrenia merupakan jenis psikosa yang paling sering dijumpai. Skizofrenia pada kehamilan dapat muncul bila terjadi interaksi antara abnormal gen dengan :
    1. Virus atau infeksi lain selama kehamilan yang dapat menganggu perkembangan otak janin.
    2. Menurunnya autoimun yang mungkin disebabkan infeksi selama kehamilan.
    3. Komplikasi kandungan.
    4. Kekurangan gizi yang cukup berat, terutama pada trimester kehamilan.

    Selanjutnya dikemukakan bahwa orang yang sudah mempunyai faktor epigenetik tersebut, bila mengalami stresor psikososial dalam kehidupannya, maka risikonya lebih besar untuk menderita skizofrenia dari pada orang yang tidak ada faktor epigenetik sebelumnya.Karakteristik dari skizofrenia adalah adanya gangguan pikiran, persepsi seperti halusinasi pendengaran, waham kebesaran, sosiasi longgar dan bicara kacau. Selama fase akut, kehamilan dan skizofrenia sering mengalami eksaserbasi gejala psikotik, waham cenderung aneh dan ada hubungannya dengan perubahan fisik dan pergerakan janin pada kehamilan. Halusinasi pendengaran mempengaruhi langung pada kehamilan, misalnya suara menginstruksikan memukul perut agar janin keluar. Wanita hamil dengan adanya psikotik menolak kehamilannya sampai melahirkan.
    Pasien dengan gangguan skizoafektif, seperti pada mereka dengan skizofrenia, memiliki gangguan psikotik kronik bersama dengan gejala mood utama. Psikosis jarang berkurang walaupun gejala mood sering membaik. Gangguan skizoafektif berbeda dari gangguan mood yang lain dimana tidak terdapat gejala psikotik atau gejala psikotik biasanya berespon terhadap antipsikotik.
    Penelitian menunjukkan bahwa komplikasi obsestrik banyak ditemukan pada wanita hamil skizofrenia dan bayinya juga memiliki berat badan lahir rendah (BBLR).


     

    1. Paranoid
      Paranoid ditandai adanya kecurigaan yang tidak beralasan terus menerus yang pada puncaknya bisa menjadi tingkah laku yang agresif. Emosi dan pikiran penderita masih berjalan baik dan saling berhubungan. Jalan pikiran cukup sistematis, mengikuti suatu logika yang baik dan teratur, tetapi berakhir dengan interpretasi yang menyeleweng dari kenyataan.
      Adapun cara pencegahan yang dapat dilakukan pada penderita psikosa adalah dengan memperhatikan hal-hal berikut :
  • Informasi ANC rutin
  • Nutrisi
  • Relaksasi
  • Senam hamil
  • Latihan pernafasan


     

  1. PSIKONEUROSA PADA KEHAMILAN

    Psikoneurosa atau dengan singkat dapat disebutkan sebagai neurosa saja adalah gangguan berupa ketegangan pribadi yang terus menerus akibat adanya konflik dalam diri orang bersangkutan dan akhirnya orang tersebut tidak dapat mengatasi konfliknya.Oleh karena ketegangannya tidak mereda akhirnya neurosis (suatu kelainan mental dengan kepribadian terganggu yang ringan seperti cemas yang kronis, hambatan emosi, sukar tidur, kurang perhatian terhadap lingkungan dan kurang memiliki energi).

    Oleh karena itu, psikoneurosis bukanlah suatu penyakit. Penderita psikoneurosis biasanya adalah orang yang taraf kecerdasannya cukup tinggi. Mereka cukup kritis untuk menilai situasi atau motif-motif yang saling bertentangan sehingga mereka sangat merasakan adanya konflik. Sebaliknya, orang yang tidak cukup tinggi taraf kecerdasannya, kurang kritis untuk mengerti konflik-konflik yang ada.

    Berbeda dengan gangguan psikotik, pada psikoneurosa tidak terjadi disorganisasi kepribadiaan yang serius dalam kaitannya dengan realitas eksternal. Biasanya penderita memiliki sejarah hidup penuh kesulitan, dibarengi tekanan-tekanan batin dan peristiwa yang luar biasa atau mengalami kerugian psikis yang besar sekali, karena terampas dari lingkungan sosial yang baik kasih sayang sejak usia yang sangat muda. Proses pengkondisian yang buruk terhadap mental pasien itu menumbuhkan simpton-simpton mental yang patologis atau menimbulakan macam-macam bentuk gangguan mental.

    Dengan demikian, gejala atau karakteristik dari penderita psikoneurosa diantaranya penderita tidak mampu mengadakan adaptasi terhadap lingkungannya, tingkah lakunya jadi abnormal dan aneh-aneh serta penderita biasanya tidak mengerti dirinya sendiri dan membenci pula diri sendiri.

    Sebab-sebab yang utama penyakit psikoneurosa atau lebih popular disingkat dengan neurosa, antara lain ialah factor-faktor psikologis dan cultural, yang menyebabkan timbulnya banyak stress dan ketegangan-ketegangan kuat yang kronis pada seseorang. Sehingga pribadi mengalam frustasi dan konflik-konflik emosional dan pada akhirnya mengalami satu mental breakdown.Sebab-sebab lainnya adalah diantaranya :

    1. Ketakutan terus menerus dan sering tidak rasional. Misalnya : bagi ibu hamil, takut memikirkan terus sakitnya melahirkan.
    2. Ketidakseimbangan pribadi
    3. Konflik-konflik internal yang serius, khususya yang sudah diimulai sejak masa kanak-kanak.
    4. Kurang adanya usaha dan kemauan
    5. Lemahnya pertahanan diri ( memakai defence mechanism yang negative ).


       

Macam-macam psikoneurosa menurut gejalanya yakni :

  1. Anxiety neuroses atau neurosis kecemasan

    Merupakan kondisi psikis dalam ketakutan dan kecemasan yang kronis, tidak ada rangsangan yang spesifik yang menyebabkan kecemasan tersebut.
    Ada saja yang mencemaskan hatinya dan hampir setiap peristiwa menjadi penyebab timbulnya rasa cemas serta takut. Misalnya takut kalau mati, takut menjadi gila, dan macam-macam ketakutan serta kecemasan yang tidak bisa dimasukkan dalam kategori fobia. Emosi pasien tidak stabil, ia sangat sensitif, cepat tersinggung dan marah, dan sering mengalami keadaan excited atau gempar-gelisah. Namun ia juga cepat menjadi depresif, disertai bermacam-macam fantasi, delusi, ilusi dan rasa dikejar-kejar oleh sesuatu yang tidak jelas. Dirinya selalu diliputi ketegangan-ketegangan emosional dan diganggu bayangan-bayangan kesulitan yang imajiner atau semu. Pasien sering merasa mual dan muntah; badannya selalu lelah, menderita sesak nafas, banyak berkeringat; bergemetaran dan kadangkala menderita murus.
    Penyebab Neurosa Kecemasan antara lain : kecemasan, ketakutan, kesusahan dan kegagalan-kegagalan yang bertubi-tubi. Pasien lalu mengadakan penekanan atau represi terhadap emosi-emosi negative akibat kegagalan tadi. Namun semuanya tidak bisa berlangsung dengan sempurna.
    Menurut Sigmund freud, neurosa kecemasan juga disebabkan oleh dorongan-dorongan seksual yang tidak terpuaskan dan terhambat-hambat, sehingga mengakibatkan timbulnya banyak konflik batin, ketakutan dan kecemasan.

  2. Histeria
    Histeria adalah gangguan atau disorder psikoneurotik, khas diciri-cirikan oleh emosioanalitas extrim dan mencakup macam-macam gangguan psikis, sensoris, motoris, fasomotor dan alat pencernaan, disebabkan oleh usaha represi dalm macam-macam konflik dalam kehidupan kesadaran . Histeria dapat ditangani dengan psikoterapi berupa konsultasi pada dokter atau psikiater dan tentunya ada dukungan atau motivasi dari orang-orang di sekitar.
  3. Neurosis Obsesif Kompulsif

    Gangguan ini ditandai oleh dorongan dan obsesi berulang yang cukup berat dan menyebabkan tekanan emos yang nyata. Obsesi adalah ide yang menetap, pikiran atau impuls yang tidak masuk akal, misalnya keinginan. Sedangkan kompulsi adalah tingkah laku yang berulang-ulang yang dilakukan sebagai respon atas obsesi. Tingkah laku kompulsif dan pikiran obsesif dapat pula mempengaruhi atau menyebabkan tekanan mental pada wanita hamil. Psikoterapi membantu wanita hamil yang mengalami kecemasan untuk mengatasi ketakutan dan kecemasan yang berhubungan dengan kehamilannya. Dengan mendiskusikan pikiran dan perasaan yang mengganggu menyebabkan dapat lepas dari tekanan. Pengurangan gejala kecemasan membuat wanita tersebut dapat berfungsi lebih efektif dalam hubungan pribadi dan keluarga dengan sendirinya kecemasan itu akan hilang. Pada wanita dengan gangguan obsesif kompulsif dimana obsesi menetap dan kecemasan yang tidak dapat ditoleransi rawat inap mungkin diperlukan.


     

  1. KELAINAN PSIKOLOGIK LAIN PADA MASA KEHAMILAN

    Ada beberapa kelainan psikiatrik pada ibu hamil, yaitu :

  1. Ansietas

    Ansietas merupakan satu keadaan yang ditandai oleh rasa khawatir disertai dengan gejala somatik yang menandakan suatu kegiatan berlebihan dari Susunan Saraf Autonomic (SSA). Ansietas merupakan gejala yang umum tetapi non-spesifik yang sering merupakan satu fungsi emosi. Sedangkan depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya termasuk perubahan pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, kelelahan, rasa putus asa dan tak berdaya, serta gagasan bunuh diri.Ansietas dan gangguannya dapat muncul dalam berbagai tanda dan gejala fisik dan psikologik seperti gemetar,  rasa goyah, nyeri punggung dan kepala, ketegangan otot, napas pendek, mudah lelah, sering kaget, hiperaktivitas autonomik seperti wajah merah dan pucat,  berkeringat, tangan rasa dingin, diare, mulut kering, sering kencing, rasa takut, sulit konsentrasi, insomnia, libido turun, rasa mengganjal di tenggorok, rasa mual di perut dan sebagainya. Gejala utama dari depresi adalah efek depresif, kehilangan minat dan kegembiraan, dan berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) serta menurunnya aktivitas.


     


     


     


     

  2. Personality Disorders

    Diagnosis ditegakkan sebagai :

  • Paranoid, Schisoid atau schizotypical personality (penderita kepribadian ini adalah tertutup, mengucilkan diri, dan menyendiri serta menjauh dari kehidupan sosial)
  • Histerionic, narcissistic, antisocial
  • Avoidant (kondisi yang ditandai dengan rasa malu ekstrim dan kepekaan terhadap penolakan), dependent, compulsive, and passive/aggressive personality
  • Perhatikan faktor genetiknya.

3. Major Mood Disorders

  1. Maniac and depressive episode
  2. Depresi berat
  3. Perhatikan fakta dan gejala yang timbul. Perhatikan pula apakah ada faktor genetic, substance abuse, hipertiroid, atau tumor otak.


     


     

  1. MANAJEMEN GANGGUAN PSIKOLOGIK PADA KEHAMILAN

    DATA FOKUS ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU YANG MENGALAMI GANGGUAN PSIKOLOGIK

Tanggal Pengkajian:

    Pukul:

A DATA SUBJEKTIF

I. Biodata

Nama Pasien:                         Nama Suami:

Umur:                             Umur:

Suku/bangsa:                         Suku/bangsa :

Agama:                         Agama:

Pendidikan :                        Pendidikan:

Pekerjaan :                         Pekerjaan:

Alamat:                         Alamat:


 

II. Keluhan Utama: Mengeluh sering merasa cemas, mudah tersinggung dan nafsu makan berkurang serta istirahat tidak nyenyak.

III. Data Kebidanan

  1. Haid
  2. Status Perkawinan
  3. Pola nutrisi
  4. Pola aktivitas
  5. Psikososial

B.DATA OBJEKTIF

I. Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan umum

b. Vital sign

II. Pemeriksaan Obstetri

a. Darah

b. Gol. Darah

c. Urine

d. Protein

e. Glukosa

III. Pemeriksaan Obstetri

a. Inspeksi

1. Kepala

Mata

Muka

Mulut

2. Leher

3. Payudara

4. Perut

5. Genetalia Eksterna

6. Perineeum


 

C.ASSESMENT

Diagnosa

G..P…….UK….minggupreskep U puka T/H PP dengan gejala kelainan psikologis dalam kehamilan

    D. PLANNING

  • Berikan informasi yang lengkap seputar kehamilan
  • Anjurkan ibu melakukan ANC secara rutin
  • Ajarkan dan berikan latihan-latihan untuk dapat menguasai otot-otot, istirahat dan pernafasan
  • Hindari kata-kata dan komentar yang dapat mematahkan semangat si wanita
  • Dengarkan dan berilah tanggapan apabila pasien menyatakan keluhannnya. Lakukan pemeriksaan secara cermat. Apabila diperlukan, periksa pelengkap diagnostic dengan pemeriksaan laboratorium atau USG, foto rontgen,dan sebagianya untuk mendapatkan keyakinan dan kemantapan langkah-langkah kehamilan dan persalinan selanjutnya.
  • Ajak dan arahkan pasien dan keluarganya pada persiapan untuk menghadapi kemungkinan-kemungkinan penyulit pada saat kehamilan dan persalinan sedemikian rupa sehingga pasien atau keluarganya mempunyai kepercayaan yang tinggi terhadap kemampuan dokter/sarana pelayanan yang ada. Informasi yang jelas dan terbuka disetai dengan komunikasi yang baik dengan suami dan keluarga ibu hamil tersebut akan merupakan dukungan yunag sangat berarti.
  • Anjurkan suami untuk berkonsultasi kepada dokter, psikolog atau psikiatri.


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 

DAFTAR PUSTAKA


 

Saifuddin, Abdul Bari. 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Sinclair, Constance. 2009. Buku Saku Kebidanan. Jakarta : EGC

KELAINAN LETAK DALAM KEHAMILAN

KELAINAN LETAK DALAM KEHAMILAN

  1. PRESENTASI SUNGSANG
  2. PENGERTIAN

Letak sungsang merupakan suatu letak dimana bokong bayi merupakan bagian rendah dengan atau tanpa kaki, keadaan dimana janin terletak memanjang dengan kepala di fundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum uteri. Ada 3 tipe letak sungsang, yaitu:

Gambar Kelainan Letak Sungsang.

  1. Presentasi bokong murni (frank breech) (50-70%). Pada presentasi bokong akibat ekstensi kedua sendi lutut, kedua kaki terangkat ke atas sehingga ujungnya terdapat setinggi bahu atau kepala janin. Dengan demikian pada pemeriksaan dalam hanya dapat diraba bokong.
  2. Presentasi bokong kaki sempurna ( complete breech ) ( 5-10%). Pada presentasi bokong kaki sempurna disamping bokong dapat diraba kaki.
  3. Presentasi bokong kaki tidak sempurna dan presentasi kaki ( incomplete or footling ) (10-30%). Pada presentasi bokong kaki tidak sempurna hanya terdapat satu kaki di samping bokong, sedangkan kaki yang lain terangkat ke atas. Pada presentasi kaki bagian paling rendah adalah satu atau dua kaki. Selain bokong bagian terendah juga kaki dan lutut, terdiri dari :
    1. Kedua kaki    : Letak kaki sempurna
    2. Satu kaki    : Letak kaki tidak sempurna, frekuensi 24 %.
    3. Ke dua lutut    : Letak lutut sempurna
    4. Satu lutut    : Letak lutut tidak sempurna, frekuensi 1%.

Posisi bokong ditentukan oleh Sacrum, ada 4 posisi yaitu :

  1. Sacrum kiri depan (Left Sacrum Anterior)
  2. Sacrum Kanan Depan (Right Sacrum Anterior)
  3. Sacrum Kiri Belakang (Left Sacrum Posrerior)
  4. Sacrum Kanan Belakang (Right Sacrum Posterior)

Pada dasarnya sampai bayi berusia 34 minggu, letak bayi masih bebas. Artinya, letak kepala bisa di atas atau di bawah. Ini terjadi karena pada permulaan kehamilan, berat janin relatif lebih rendah dibandingkan dengan rahim. Akibatnya, janin masih bebas bergerak. Dan menginjak usia 28-34 minggu kehamilan, berat janin makin membesar, sehingga tidak bebas lagi bergerak. Pada usia tersebut, umumnya janin sudah menetap pada satu posisi.


 

  1. PENYEBAB

    Faktor predisposisi dari letak sungsang adalah:

  2. Sudut Ibu
    1. Keadaan rahim    :
  • Rahim arkuatus
  • Septum pada rahim
  • Uterus Dupletis
  • Mioma bersama kehamilan
  1. Keadaan plasenta    :
  • Plasenta retak rendah
  • Plasenta previa
  1. Keadaan jalan lahir     :
  • Kesempitan panggul
  • Difermitas tulang panggul
  • Terdapat tumor yang menghalangi jalan lahir dan perputaran keposisi kepala
  1. Sudut janin
    Pada janin terdapat berbagai keadaan yang menyebabkan letak sungsang    :
  • Tali pusat pendek atau lilitan tali pusat
  • Hidrosefalus atau Anensefalus
  • Kehamilan kembar
  • Hidramnion atau Oligohidramnion
  • Prematuritas


 


 


 


 


 

  1. DIAGNOSIS

    Presentasi bokong dapat diketahui dengan pemeriksaan palpasi abdomen. Maneuver Leopold perlu dilakukan pada setiap kunjungan perawatan antenatal, bila umur kehamilannya > 34 minggu. Untuk memastikan apabila masih terdapat keraguan pada pemeriksaan palpasi, dapat dilakukan pemeriksaan dalam vagina dan/atau pemerikaan USG. Keberhasilan untuk menemukan adanya presentasi bokong pada masa kehamilan sangat penting oleh karena adanya prosedur versi luar yang direkomendasikan guna menurunkan insiden persalinan dengan presentasi selain kepala dan persalinan bedah sesar.

    Pemeriksaan yang hanya menunjukkan adanya presentasi bokong saja belum cukup untuk membuat perkiraan besarnya resiko guna pengambilan keputusan cara persalinan yang hendak dipilih. Taksiran berat janin, jenis presentasi bokong, keadan selaput ketuban, ukuran dan struktur tulang panggul ibu, keadaan hiperekstensi kepala janin, kemajuan persalinan, pengalaman penolong, dan ketersediaan fasilitas pelayanan intensif neonatal merupakan hal-hal yang penting untuk diketahui.

    Peran USG penting untuk diagnosa dan penilaian resiko pada presentasi bokong. Taksiran berat janin, penilaian volume air ketuban, konfirmasi letak plasenta, jenis persentasi bokong, keadaan hiperekstensi kepala, kelainan congenital, dan kesejahteraan janin dapat diperiksa menggunakan USG. Berat janin dapat diperkirakan dengan USG berdasarkan ukuran diameter biparietal, lingkar kepala, lingkar perut, dan panjang tulang femur. Gambaran USG tentang ekstremitas bawah dapat memberikan informasi tentang jenis presentasi bokong. Kesejahteraan janin dinilai berdasarkan score profil biofisik janin.

    Keadaan hiperekstensi kepala janin (disebut Stargazer fetus atau flying fetus) adalah keadaan janin sedemikian sehingga tulang mandibula membentuk sudut > 1050 terhadap sumbu memanjang vertebra servikalis. Hiperekstensi didiagnosa menggunakan pemeriksaan radiografi atau USG. Terjadi pada sekitar 5% dari seluruh presentasi bokong pada umur kehamilan cukup bulan, hiperekstensi kepala janin merupakan kontraindikasi untuk persalinan pervaginal. Kepala akan sulit dilahirkan sehingga berisiko menimbulkan cedera medula spinalis leher.


     


     


     


     

    Klasifikasi presentasi bokong dibuat terutama untuk kepentingan seleksi pasien yang akan dicoba persalinan pervagina. Terdapat 3 maca presentasi bokong, yaitu:

    1. Bokong murni    (60-70% kasus)
    2. Bokong komplit    (10% kasus)
    3. Kaki        

    Varian presentasi kaki adalah presentasi bokong inkomplit, kaki komplit, kaki inkomplit dan lutut. Janin dengan presentasi kaki dan variannya direkomendasikan untuk tidak dilakukan persalinan pervaginam.


 

  1. PENANGANAN / ASUHAN

    Tujuan penanganan pada masa kehamilan adalah mencegah malpresentasi pada waktu persalinan. Pada saat ini ada 3 cara yang dipakai untuk mengubah presentasi bokong menjadi presentasi kaki yaitu versi luar, moksibusi, dan/atau akupunktur, dan posisi dada lutut pada ibu. Bukti-bukti tentang manfaat dan keamanan tindakan versi luar sudah cukup tetapi masih belum bagi tindakan moksibusi dan/atau akupunktur, dan posisi dada lutut. Dengan demikian, baru tindakan versi luar yang direkomendasikan.

    Perubahan spontan menjadi presentasi kepala sebagian besar akan terjadi pada umur kehamilan 34 minggu, sehingga penemuan adanya presentasi bokong mulai kehamilan 34 minggu akan bermanfaat untuk pertimbangan melakukan tindakan versi luar. Versi luar adalah prosedur yang dilakukan dengan menggunakan tekanan dan manuver tertentu pada perut ibu untuk mengubah presentasi janin menjadi presentasi kepala.

    Prosedur versi luar cukup aman dan efektif. Komplikasi yang mungkin dapat terjadi adalah bradikardia janin yang bersifat sementara, solusio plasenta, komplikasi pada tali pusat, perdarahan feto-maternal dengan kemungkinan sensitisasi, dan KPD. Kejadian bedah sesar atas indikasi gangguan DJJ atau solusio plasenta setelah versi luar < 1%. Tingkat keberhasilannya 50-70%, (semakin meningkat pada multiparitas, presentasi selain bokong murni, volume air ketuban normal, letak lintang,/ oblique). Dari jumlah yang berhasil dilakukan versi luar, 40%nya akan berhasil melahirkan secara pervaginam. Jika dibandingkan dengan kelompok yang tidak dilakukan versi luar, terjadi pengurangan 62% persalinan bukan presentasi kepala dan penurunan 45% bedah sesar pada kelompok yang dilakukan versi luar. Oleh karena keamanan dan keefektifitasnya, dianjurkan agar semua perempuan dengan presentasi selain kepala yang memenuhi persyaratan pada umur kehamilan mendekati atau saat cukup bulan diberi tawaran untuk dilakukan versi luar. Keadaan yang harus diketahui sebelum menawarkan versi luar adalah perkiraan berat janin, volume air ketuban, letak plasenta, dan morfologi janin normal.

    Kontraindikasi dilakukannya versi luar adalah semua keadaan kontraindikasi persalinan pervagina. Terdapat pula kontraindikasi yang sifatnya relative, yaitu KPD, oligohidramnion, perdarahan uterus yang tidak diketahui sebabnya, atau dalam persalinan kala I. Meskipun memiliki tingkat keberhasilan yang setara dengan perempuan tanpa riwayat bedah sesar, keamanan versi luar pada perempuan dengan riwayat bedah sesar masih belum cukup bukti.

    Umur kehamilan terbaik untuk melakukan versi luar belum begitu jelas. Pada dasarnya semakin tua umur kehamilan, akan semakin kecil keberhasilannya, pada umumnya versi luar efektif dilakukan pada umur kehamilan 34-36 minggu. Versi luar dapat juga dilakukan sebelum umur kehamilan34 minggu, tetapi kemungkinan umum kembali lagi menjadi presentasi bokong cukup besar dan apabila terjadi komplikasi yang mengharuskan dilahirkannya dengan segera maka morbiditas karena prematuritasnya masih tinggi. Versi luar dapat dipertimbangkan untuk diulang bila sebelumnya gagal atau sudah berhasil, tetapi kembali menjadi presentasi bokong. Proses versi luar dapat dipermudah dan rasa tidak nyaman bagi pasien dengan penggunaan tokolitik (terbutalin 0,125-0,250 mg SC).

    Dianjurkan untuk melakukan versi luar ditempat yang memiliki fasilitas melakukan bedah sesar emergency. Informed consent diperoleh setelah memberikan konseling yang berisi informasi tentang kemungkinan komplikasi, pilihan lain (SC), prognosis, dan bagaimana prosedur akan dilakukan. Pemeriksaan NST (non stress test) perlu dilakukan sebelum dan sesudah prosedur dilakukan.

    Untuk melakukan versi luar, mula-mula bokong dikeluarkan dari pelvis dan diarahkan lateral sedikitnya sebesar 900. Dengan langkah ini biasanya kepala akan bergerak 900 kearah yang berlawanan dengan bokong. Selain itu dilakukan manuver bersamaan pada kepala dan bokong untuk mengarahkan kepala kearah kaudal dan bokong kearah kranial. Apabila digunakan tokolitik (pastikan tidak kontraindikasi penggunaannya), pemberiannya antara 5-10 menit sebelum prosedur dilakukan. Dalam 1 kali sesi versi luar direkomendasikan dilakukan tidak lebih dari 2 kali upaya versi luar. Apabila belum berhasil dapat diulang pada sesi berikutnya, tergantung umur kehamilan dan keadaan persalinan pada waktu itu.


 


 

  1. PRESENTASI LINTANG
  2. PENGERTIAN
    Letak lintang adalah bila dalam kehamilan atau dalam persalinan sumbu panjang janin melintang terhadap sumbu panjang ibu (termasuk di dalamnya bila janin dalam posisi oblique). Pada letak lintang janin melintang di dalam uterus dengan kepala pada sisi yang satu sedangkan bokong pada sisi yang lain. Pada umumnya bokong berada sedikit lebih tinggi daripada kepala janin, sedangkan bahu berada pada pintu atas panggul. Punggung janin dapat berada di depan (dorsoanterior), di belakang (dorsoposterior) atau di bawah (dorsoinferior).


     

  3. PENYEBAB

    Penyebab paling sering adalah kelemahan otot uterus dan abdomen. Kelaianan letak paling sering terjadi pada wanita paritas tinggi (grande multipara). Faktor lain yang mendukung terjadinya letak lintang adalah plasenta previa, selain itu juga ada beberapa faktor yang mendukung terjadinya letak lintang yaitu: kehamilan ganda, polihidramnion, abnormalitas uterus, pengkerutan pelvis, fibroid uterus yang besar.


 

  1. KOMPLIKASI

    Pada ibu komplikasi yang bisa ditimbulkan adalah perdarahan antepartum, perdarahan postpartum, rupture uteri, kerusakan organ abdominal hingga kematian ibu. Pada janin dapat menyebabkan terjadinya prematuritas, bayi lahir dengan apgar skor yang rendah, prolapsus umbilicus, maserasi, asfiksia hingga kematian janin.


 

  1. PENATALAKSANAAN

    Dokter dapat mengusahakan untuk membenarkan posisi dengan cara versi external menjadi letak membujur dan presentasi kepala. Kecenderungan pengembalian posisi letak lintang menjadi posisi letak memanjang sulit dan seringnya beberapa dokter tidak menganjurkan versi chepalik eksternal sebelum kelahiran direncanakan, atau waktu datangnya persalinan. Resiko versi chepalik eksternal adalah terjadinya KPD dan tali pusat menumbung, atau persalinan prematur. Pada setiap kunjungan antenatal dokter seharusnya memeriksa letak, presentasi dan mendengarkan DJJ. Jika pemeriksaan USG tidak mendeteksi plasenta previa, pemeriksaan vagina dapat dilakukan untuk mendeteksi abnormalitas pelvik seperti, pengerutan pelvis. Pemeriksaan USG dapat mendeteksi abnormalitas fetus dan uterus.

    Ketika paru-paru bayi prematur, ibu seharusnya datang ke RS untuk dilakukan versi chepalik eksternal yang dilakukan ditempat kelahiran. Hal ini mungkin diikuti dengan induksi persalinan dengan oksitosin. Penekanan pada sisi lateral dapat diterapkan untuk membantu uterus dalam mempertahankan letak memanjang. DJJ dan kontraksi uterus dimonitor secara elektrik dan jika memingkinkan kondisi ibu benar-benar diperhatikan. Dalam persalinan ketika kepala bayi memasuki rongga pelvis membran dapat ruptur. Persalinan seharusnya dapat berjalan dengan normal. Pada beberapa kasus dimana wanita mempunyai riwayat obstetri atau terdapat komplikasi dalam persalinan, SC merupakan cara yang paling aman untuk melahirkan. Jika tindakan pencegahan tersebut tidak dilakukan, ketika persalinan dimulai bahu janin dapat turun kebawah ke rongga pelvis bagian depan dapat terjadi KPD dan penumbungan tali pusat yang disertai dengan penumbungan lengan janin.


 


 

  1. ASUHAN KEBIDANAN PADA KELAINAN LETAK


     

  1. PENGKAJIAN DATA

Pada Letak Sungsang

  1. Data Subyektif

    Dari anamnesa data yang diperoleh berdasarkan keluhan ibu antara lain klien merasakan perut terasa lebih keras dibagian ulu hati, gerakan janin lebih banyak dirasakan dibawah , keluhan ibu kadang sesak nafas, ulu hati terasa sakit, perut terasa penuh, nafsu makan berkurang dan kadang muntah


     

  2. Data Obyektif

Pemeriksaan fisik dapat dilakukan sebagai berikut :

  1. Palpasi menurut Leopold
  • Leopold I    :Pada bagian fundus teraba 1 bagian keras, bulat dan melenting.
    • Leopold II    :Pada bagian kiri atau kanan perut ibu teraba bagian kecil janin atau bagian datar, memanjang, ada tahanan
    • Leopold III     :Pada bagian bawah teraba 1 bagian besar dan lunak
  1. Auskultasi : Dari auskultasi bunyi jantung janin biasanya terdengar paling keras pada daerah punggung anak sedikit di atas pusat


 

Pada Letak Lintang

  1. Data Subjektif

Tanyakan kepada ibu :

  1. Apakah perut ibu bagian atas atau bawah terasa kosong?
  2. Apakah gerak janin terasa di bagian samping kanan atau kiri?
  3. Apakah sebelumnya ibu sudah pernah melakukan pemeriksaan USG? kalau sudah bagaimana hasilnya?
  4. Apakah pada proses persalinan sebelumnya normal? Apakah ada bantuan alat pada saat proses kelahiran bayi? Jika persalinan dibantu dengan alat, apa alasannya.
  1. Data Objektif
    1. Inspeksi abdomen tampak melebar ke samping dibandingkan pembesarannya ke atas, sumbu memanjang janin melintang terhadap perut ibu
    2. Palpasi Leopold akan teraba :
      1. Kepala janin pada salah satu sisi yaitu kanan atau kiri, bokong pada sisi yang lain, di bagian atas dan bawah uterus tidak teraba kepala maupun bokong.
      2. Fundus uteri lebih rendah dari yang diharapkan sesuai UK. Batas atasnya dekat pusat dan lebih lebar dari biasa.
      3. Ekstremitas teraba berlawanan dengan letak kepala
      4. Pemeriksaan auskultasi :

        DJJ terdengar paling jelas di bawah pusat dan tidak mempunyai arti diagnostik dalam penentuan letak

      5. Pemeriksaan ultrasonografi akan tampak kepala kanan atau kiri dengan punggung di bagian atas atau di bagian bawah.


 


 


 


 

  1. ASSESMENT

    Letak Sungsang

    G..P……UK…. Minggu Presentasi Bokong w Puki T/H


 

Letak Lintang

G….P…. UK….Minggu Letak Lintang T/H


 

  1. PLANNING
    1. Informasikan hasil pemeriksaan kepada ibu
    2. Jelaskan kepada ibu tentang posisi janin ibu yang kemungkinan letaknya melintang atau sungsang berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan
    3. Beri KIE tentang komplikasi bagi ibu dan janin yang bisa ditimbulkan dari kelainan letak lintang atau sungsang
    4. Beri KIE dan bimbing ibu untuk melakukan knee-chest atau posisi lutut dada serta anjurkan ibu untuk melakukannya setiap hari minimal 2 kali sehari selama ± 5 menit, untuk mengembalikan posisi bayinya menjadi presentasi kepala
    5. Anjurkan ibu untuk melakukan pemeriksaan USG (pada dokter ahli kebidanan yang telah ditunjuk bidan) untuk memastikan letak janin dan mengetahui penyebab dari letak lintang atau sungsang
    6. Lakukan rujukan ke dokter ahli kebidanan untuk penanganan selanjutnya


       


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 

DAFTAR PUSTAKA


 

Cuninningham, F. Garry, dkk.2005. Obstetri Williams. Jakarta : EGC

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1464/Menkes/per/X/2010

Price, Anderson Sylvia, dkk. 2005. Patofisiologi. Jakarta : EGC

Pemeriksaan RAPIT-TEST COVID-19

Pemeriksaan RAPIT-TEST COVID-19 Mohon edukasi kepada masyarakat terkait pemeriksaan RAPID-TEST sebagai berikut : 1) Rapid-test bukan...