Sabtu, 05 Juni 2010

INFEKSI SISTEMIK PADA PASIEN BEDAH SARAF YANG DIRAWAT INTENSIF

        INFEKSI SISTEMIK PADA PASIEN 

        BEDAH SARAF YANG DIRAWAT INTENSIF


 


PATOGENESIS DAN PENCEGAHAN INFEKSI SISTEMIK

        PADA PASIEN KRITIS


 

        Perlunya  perawatan intensif pasien bedah saraf  kritis 

        berakibat secara fungsional mengumpulkan banyak  pasien 

        pada  ruangan  yang  relatif  kecil.  Dengan  seringnya 

        intervensi  perawatan, berakibat  penyebaran  organisme 

        dari  pasien  kepasien.  Teori  penanggulangan  infeksi 

        mutakhir  mengira infeksi silang oleh perawat,  dokter, 

        dan  staf  lainnya  menjadi  medium  utama   penyebaran 

        bakteri nosokomial. Tangan berperanan penting pada 


 


 

        Tabel 8-1

        Sitokin Utama Yang Berperan Pada Sistema Pertahanan Tubuh

        ---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------


Sitokin Sumber Pengaruh

        ---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

        Interferon Alfa               Makrofag            Hambat proliferasi sel, aktifkan sel pembunuh alamiah (NK cells)

        Faktor Nekrosis Tumor (TNF)   Makrofag            Rangsang pelepasan reaktan fase akut; Rangsang produksi IL-1;

                                                          Induksi demam, kemotaksis neutrofil, dan katabolisme otak

        Interleukin 1 (IL-1)          Makrofag            Aktifkan sel T; Tingkatkan sintesis limfokin; 

                                                          Induksi demam, kemotaksis neutrofil

        Interleukin 6 (IL-6)          Makrofag dan Sel T  Rangsang pertumbuhan sel B dan T; Aktifkan sel B matang

        Interleukin 2 (IL-2)          Sel T               Rangsang pertumbuhan dan aktifkan limfosit

        Interleukin 4 (IL-4)          Sel T CD4           Rangsang pengaktifan dan pertumbuhan limfosit dan makrofag

        Interferon Gamma              Sel T               Aktifkan makrofag, dan sel NK

        Interleukin 5 (IL-5)          Sel T               Aktifkan eosinofil dan sel B

        ---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------


 


 


 


 

        infeksi silang dan mencuci tangan adalah  'satu-satunya 

        tindakan terpenting untuk mencegah infeksi nosokomial'. 

        Sayangnya disiplin mencuci tangan pada perawat dan 

        dokter  sangat  buruk. Walau pemakaian  gaun  pelindung 

        adalah  bijaksana, kebijaksanaan dan tindakan  higienis 

        lain  seperti pemakaian masker, topi,  pelapis  sepatu, 

        penyemprotan   disinfektan,   penyinaran   ultraviolet, 

        karpet  yang  lengket,  pengawasan  bakteriologis,  dan 

        aliran udara laminer saat ini dianggap kuno.

             Semua  komponen  sistema  pertahanan  tubuh  dapat 

        terganggu  pada  pasien yang  dirawat  intensif.  Sawar 

        epitel  rusak  melalui berbagai cara;  epidermis  dapat 

        rusak  karena  cedera atau tindakan bedah,  dan  mukosa 

        dapat cedera oleh pipa endotrakheal, pipa  nasogastrik, 

        dan  kateter uretra. Karena beratnya penyakit,  kateter 

        vaskuler terpasang sering diperlukan dan membawa risiko 

        invasi  mikrobial.  Durasi pemasangan  jalur  periferal 

        pada  satu  tempat  serta  perawatan  terhadap   tempat 

        pemasangan  berhubungan  langsung  dengan   kemungkinan 

        sepsis.  Jalur sering dipasang saat keadaan  emergensi. 

        Semua  kateter  harus dipindahkan ketempat  yang  lebih 

        terpantau dan dengan tindakan aseptik sesegera mungkin. 

        'Center   for  Disease  Control'  menganjurkan   cairan 

        intravena  diganti  setiap hari, sedangkan  selang  dan 

        kateter intravena diganti setiap 2-3 hari, dan  kateter 

        arterial  diganti  tiap 4 hari untuk  mencegah  sepsis. 

        Tindakan  profilaktik  lain  adalah  mengganti   sirkit 

        ventilator setiap 2 hari. Peningkatan pemakaian kateter 

        vena sentral tiga lumen berakibat meningkatnya  sepsis. 

        Hubungan  temporal antara saat memasang kateter,  onset 

        kolonisasi  kateter, dan onset sepsis telah  diketahui, 

        dan mengganti jalur intravaskuler letak sentral  setiap 

        7 hari mengurangi sepsis yang berhubungan dengan jalur. 

             Pasien   kritis  mekanisme  pertahanannya   sangat 

        terganggu  dalam mempertahankan homeostasis  orofaring. 

        Dalam   keadaan  normal  orofaring   merupakan   koloni 

        bakteria anaerob nonpatogen (mikroflora residen) dan 

        terkadang sejumlah kecil Staphylococcus, Streptococcus, 

        dan Haemophylus sp. Pertumbuhan bakteria patogen, virus 

        dan  ragi yang baru tertelan dihambat  oleh  lingkungan 

        yang  diciptakan  oleh  mikroflora  dan  oleh   refleks 

        orofaring dengan salivasi dan menelan. Penggunaan  yang 

        sering agen antimikrobial, terutama penisilin, membunuh 

        mikroflora  residen  anaerob hingga  merusak  mekanisme 

        pertahanan yang penting ini. Pasien bedah saraf  sering 

        memiliki gangguan salivasi dan menelan karena  gangguan 

        kesadaran.   Telah  dibuktikan  hampir  semua   infeksi 

        nosokomial didahului kolonisasi orofaring oleh bakteria 

        penginfeksi.

             Pasien  trauma  dan pasca bedah  sering  mengalami 

        ileus  serta telah terbukti bahwa peristaltik  membantu 

        mengurangi kolonisasi mikroba patogen pada traktus  GI. 

        Yang  umum digunakan untuk mengurangi keasaman  lambung 

        pada pasien koma adalah antasida dan antagonis H2, yang 

        terbukti berperan pada kolonisasi lambung oleh  bakteri 

        patogen  gram  negatif.  Kolonisasi  sering  24-48  jam 

        setelah pasien masuk dan biasanya didahului  kolonisasi 

        orofaring.  Penelitian  mutakhir  memperlihatkan  bahwa 

        peninggian  pH  hingga lebih dari 4 oleh  antasida  dan 

        antagonis  H2  tidak memperlihatkan manfaat  dalam  hal 

        pembentukan  ulkus. Dengan majunya agen-agen  pelindung 

        lambung  yang  efektif seperti  sukralafat,  dianjurkan 

        penghentian  pemakaian antasida dan antagonis H2  untuk 

        pencegahan ulkus.

             Refleks  'gag'  dan  batuk  membantu   terciptanya 

        keadaan  asepsis  sistema  bronkhopulmoner.   Mekanisme 

        pertahanan ini sering terganggu atau hilang pada pasien 

        bedah  saraf,  mempermudah aspirasi.  Tindakan  seperti 

        pemasangan  pipa nasogastrik dan intubasi  jalan  nafas 

        juga   membawa  mikroba  orofaring  patogen   kesistema 

        pulmoner. Dihipotesakan bahwa bahwa infeksi  nosokomial 

        dapat  dicegah  dengan menghambat  kolonisasi  bakteria 

        patogen  dan  fungi  diorofaring.  Insidens   pneumonia 

        nosokomial pada pasien gawat yang diintubasi turun dari 

        15-59  hingga 3-8 % dengan pemakaian lokal  tobramisin, 

        polimiksin  E  dan  amfoterisin  B  berupa  pasta  pada 

        orofaring dan berupa larutan kedalam pipa gastrik. Juga 

        terjadi  pengurangan  kasus infeksi traktus  kemih  dan 

        sepsis dengan cara ini. Tidak pernah dilaporkan  adanya 

        strain  basiler  gram  negatif  yang  resisten   akibat 

        antimikrobial  enteral yang tak diabsorbsi  ini.  Tentu 

        terapi ini akan bermanfaat pada pasien bedah saraf yang 

        mendapatkan intubasi jangka lama seperti pasien  cedera 

        otak dan pasien perdarahan subarakhnoid derajat parah.

             Kesimpulan,   pencegahan  infeksi  adalah   dengan 

        mengurangi  risiko,  mencegah  infeksi  silang,  tehnik 

        aseptik optimum, dan pemberian terapi tepat bila timbul 

        infeksi.


 


 


PNEUMONIA


 

        Seperti  telah  dikatakan diatas,  penurunan  kesadaran 

        dengan  keharusan  intubasi endotrakheal  menjadi  pre-

        disposisi  timbulnya infeksi pulmoner  nosokomial  pada 

        pasien  bedah  saraf yang  gawat.  Demam,  leukositosis 

        perifer  dan  memberatnya hipoksemia  merupakan  tanda-

        tanda  yang  biasa dijumpai.  Foto  sinar-x  dada  bisa 

        memperlihatkan   infiltrat  yang  baru,  namun   proses 

        pulmoner  yang mendasari membuat  interpretasi  menjadi 

        sulit.  Pewarnaan Gram terhadap sputum  dengan  sedikit 

        kontaminasi  sel-sel epitelial berlapis  gepeng  sangat 

        penting;  adanya  jumlah  yang  besar  dari   neutrofil 

        mendukung diagnosis pneumonia, dan organisme predominan 

        biasanya bisa disaksikan.

             Tindakan  terhadap pneumonia harus  dituntun  oleh 

        hasil   biakan.  Sementara  hasil  kultur  belum   ada, 

        pengetahuan epidemiologis lokal sering bermanfaat dalam 

        menentukan  tindakan  awal. Sering  organisme  tertentu 

        'bersirkulasi' diruangan; kewaspadaan akan hal tersebut 

        menuntun  terapi  segera.  Bila  tidak  ada   organisme 

        predominan,  pendekatan  umum  adalah  tindakan  secara 

        empiris  terhadap organisme yang mungkin paling  sulit, 

        P.  aeruginosa, menunggu hasil kultur. Penisilin  anti-

        pseudomonal  dikombinasi dengan   aminoglikosida,  atau 

        monoterapi dengan seftazidim dianjurkan. S. aureus bisa 

        sebagai penyebab infeksi pulmoner dan adanya  organisme 

        yang  tampilannya  menyerupai  stafilokokus  memerlukan 

        penambahan  antibiotik tahan penisilinase, beta  laktam 

        atau vankomisin.

             Toilet  pulmoner  ketat dan hidrasi  yang  memadai 

        merupakan tindakan tambahan yang penting, walau hidrasi 

        terkadang  dikontraindikasikan  pada  beberapa   pasien 

        bedah saraf. Penggunaan bed yang berosilasi  bermanfaat 

        mencegah pneumonia pada pasien dengan cedera tumpul dan 

        merupakan   tindakan  tambahan  yang  bermanfaat   pada 

        infeksi pulmoner yang telah terjadi. Walau telah dengan 

        tindakan   agresif,   mortalitas  tetap   tinggi   pada 

        pneumonia nosokomial.


 


 


SINUSITIS


 

        Sering sulit didiagnosis pada pasien gawat karena tidak 

        dapat mengeluhkan nyerinya. Sinusitis nosokomial  harus 

        diperkirakan pada pasien dengan demam dan  leukositosis 

        yang tidak dapat dijelaskan. Faktor risiko utama adalah 

        pipa  nasogastrik dan nasotrakheal, terutama  pada  in-

        tubasi  jangka  lama.  Fraktura  tengkorak  dan  sumpal 

        hidung   dapat  berperan.  Patogen   respiratori   atas 

        tradisional  adalah  H. inflenzae  dan   S. pneumoniae, 

        namun  patogen gram negatif nosokomial sering  terjadi. 

        Sinusitis  memerlukan  terapi tepat  karena  komplikasi 

        intrakranialnya,  seperti osteomielitis,  empiema  sub-

        dural,  meningitis, dan abses otak memiliki insidens  4 

        persen.


 


 


INFEKSI GENITOURINER


 

        Infeksi  traktus kemih sering terjadi  diruangan  serta 

        sering   merupakan  fokus  dari  bakteremia   sekunder. 

        Kateterisasi   kandung   kemih   adalah   yang   paling 

        bertanggung-jawab  atas terjadinya bakteriuria.  Risiko 

        infeksi berhubungan dengan lamanya kateterisasi kandung 

        kemih dan sistema drainasi uriner yang tidak  tertutup. 

        Semua  usaha harus dilakukan untuk  mengurangi  lamanya 

        kateterisasi dan memakai tehnik aseptik saat  mengambil 

        spesimen.   Penggunaan   antibiotik   dan   antimikroba 

        profilaktik  tidak  efektif  untuk  menjaga  kesterilan 

        kateter  indwelling.  Urinalisis  serta  biakan   tetap 

        merupakan patokan diagnosis. Infeksi patogen  tersering 

        adalah  batang gram negatif enterik, P. aeruginosa  dan 

        Streptococcus faecalis.


 


 


 


BAKTEREMIA


 

        Bakteremia  pada pasien parah tersering  sekunder  atas 

        fokus  di traktus uriner, kulit, jaringan  lunak,  atau 

        paru-paru.  Bila tidak ada fokus yang jelas,  peralatan  

        intravaskuler yang terinfeksi harus dipersangkakan  dan 

        dilakukan  biakan  semikuantitatif  dari  tip  kateter. 

        Organisme    seperti    Staphylococcus     epidermidis, 

        S. aureus,  dan Candida sp. adalah  patogen  tersering; 

        namun  basil gram negatif tetap  harus  diperhitungkan. 

        Terapi   atas   persangkaan  bakteremia   akibat   alat 

        intravaskuler   adalah  kombinasi   vankomisin   dengan 

        sefalosporin   generasi  ketiga,  agen  pertama   untuk 

        S. epidermidis,  juga  terhadap  S. aureus  yang  tahan 

        metisilin  yang  kasusnya meningkat pada  banyak  rumah 

        sakit. Terapi kemudian disesuaikan dengan hasil  b

        dan hasil tes sensitifitas. 


 

Tidak ada komentar:

Pemeriksaan RAPIT-TEST COVID-19

Pemeriksaan RAPIT-TEST COVID-19 Mohon edukasi kepada masyarakat terkait pemeriksaan RAPID-TEST sebagai berikut : 1) Rapid-test bukan...